Pulihkan Lahan Pascakebakaran, Dinas Perkebunan dan Masyarakat Adat Mitimber Budidayakan 1.000 Pohon Kayu Putih di Bomberay

Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | 13 Februari 2025 – Pascakebakaran lahan di kawasan menara pantau Bomberay, Dinas Perkebunan Fakfak bergerak cepat dengan menggandeng masyarakat adat Kampung Mitimber untuk melakukan rehabilitasi lahan dengan menanam 1.000 pohon kayu putih di atas area seluas satu hektare secara bertahap.

Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk memulihkan ekosistem yang rusak, tetapi juga mengembangkan potensi ekonomi dari hilirisasi kayu putih sebagai produk minyak esensial. Program ini merupakan hasil koordinasi dengan KPH Unit XVI Fakfak, yang sejak awal telah merancang pemanfaatan lahan pascakebakaran agar lebih produktif dan sekaligus mengurangi risiko kebakaran hutan di masa mendatang.

Respon Cepat Pemerintah untuk Pemulihan Lahan

Koordinator masyarakat adat Kampung Mitimber, Akad Sasim, mengapresiasi perhatian pemerintah terhadap kondisi lahan yang terbakar, terutama karena pohon kayu putih yang sebelumnya mereka tanam ikut musnah dalam musibah tersebut.

“Kami sangat berterima kasih atas respons cepat pemerintah dalam membantu merehabilitasi hutan kami. Kehadiran Dinas Perkebunan sangat berarti karena kayu putih merupakan tanaman yang cocok untuk lahan ini dan memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat. Dengan adanya program ini, kami optimis kayu putih bisa menjadi sumber pendapatan yang berkelanjutan,” ujar Akad Sasim.

Hilirisasi Kayu Putih, Peluang Ekonomi Baru di Bomberay

Plt. Kepala Dinas Perkebunan Fakfak, Widhi Asmoro Jati, ST, MT, menegaskan bahwa kayu putih merupakan salah satu komoditas unggulan yang sangat potensial dikembangkan di Distrik Bomberay.

“Saat ini, kayu putih telah diolah oleh kelompok hilirisasi Karya Mandiri pimpinan Albayan Iha menjadi berbagai produk turunan seperti minyak kayu putih, minyak angin, hingga bahan dasar sabun dan detergen. Dengan semakin luasnya lahan budidaya, kami berharap produksi minyak kayu putih dapat meningkat dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat,” jelas Widhi.

Selain kayu putih, lanjutnya, terdapat berbagai tanaman perkebunan lain yang berpotensi dikembangkan di wilayah ini, seperti kelapa sawit, lada, tebu, dan kopi. Namun, kayu putih memiliki keunggulan tersendiri karena selain bernilai ekonomi tinggi, tanaman ini juga berperan dalam menjaga ekosistem dan mencegah kebakaran hutan.

Kayu Putih: Solusi Ekologis dan Ekonomi

Dinas Perkebunan Fakfak berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan budidaya kayu putih di lahan pascakebakaran seluas 12 hektare. Selain sebagai bahan baku minyak esensial, kayu putih juga memiliki sifat yang membantu mengurangi risiko penyebaran kebakaran hutan.

“Kayu putih memiliki kandungan air yang lebih tinggi dibandingkan tanaman lainnya, sehingga cenderung lebih tahan terhadap api. Selain itu, akarnya yang kuat mampu mencegah erosi dan memperbaiki struktur tanah yang rusak akibat kebakaran,” tambah Widhi.

Ke depan, kerja sama antara pemerintah dan masyarakat dalam budidaya kayu putih diharapkan dapat menjadi pendorong ekonomi baru bagi warga setempat.

Saat ini, daun kayu putih memiliki harga jual Rp2.000 per kilogram dan dapat dijual kepada kelompok Karya Mandiri untuk diekstraksi menjadi minyak esensial yang digunakan dalam berbagai produk kesehatan dan terapi aroma.

Dengan semakin berkembangnya industri hilirisasi kayu putih, masyarakat tidak hanya memperoleh manfaat ekologis dari rehabilitasi lahan, tetapi juga mendapatkan peluang ekonomi yang menjanjikan.

Pemerintah berharap langkah ini dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam mengelola lahan pascakebakaran secara produktif dan berkelanjutan.

Komentar