Jakarta, Kabarsulsel-Indonesia.com | Dalam rangka menyembut dan merayakan Natal, Kementerian Agama RI menggelar Seminar Natal Nasional dengan tema “Gereja Berjalan Bersama Negara: Semakin Beriman, Humanis, dan Ekologis”.
Mengawali gelaran seminar, Ketua Umum Panitia Natal Nasional 2024, Thomas Djiwandono, berharap seminar ini, gereja seluruh Indonesia dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Termasuk menyelesaikan permasalahan sosial yang ada dan lingkungan.
“Gereja dapat berinteraksi dengan negara untuk mewujudkan visi yang sama, yakni memajukan kesejahteraan bersama, mengentaskan permasalahan sosial yang masih terus ada,” ujar Thomas dalam sambutannya di Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Kamis (19/12).
Thomas melanjutkan, perlu adanya kontribusi dari negara selaku pemangku kepentingan. Sebab negara memiliki sumber daya manusia yang kuat, sehingga cita-cita bersama ini dapat terealisasi.
“Gereja tidak dapat berperan sendiri, negara adalah satu institusi besar yang di banyak hal memiliki otoritas terbesar. Negara juga ditopang oleh sumber daya yang kuat. Gereja memerlukan negara untuk memberi wujud nyata pada segala ajaran dan seruannya.”
Untuk mewujudkan sinergi antara negara dan gereja, Thomas menuturkan perlunya negara untuk mendengar aspirasi dari setiap gereja. Sebab, bukan hanya sebagai institusi keagamaan, gereja juga mewarisi kekayaan moral yang dapat mencegah negara terjerumus dalam kesesatan.
“Di sisi lain, negara perlu mendengar suara gereja. Gereja seperti halnya institusi keagamaan lainnya, mewarisi kekayaan ajaran moral yang dapat memberi negara arah untuk dituju.”
Sementara itu, Menteri Agama RI Nasaruddin Umar mengingatkan soal toleransi di Indonesia jangan hanya menjadi kiasan bibir semata. Ia ingin toleransi dilaksanakan secara tulus bagi setiap umat yang ada di Indonesia.
“Keberhasilan pemuka agama hingga Kemenag tak hanya dinilai dari ukuran formal. Semestinya, kata dia, pemuka agama hingga Kemenag bisa mendekatkan umat dengan ajaran yang dianutnya.
Ia mengingatkan toleransi jangan sekadar kiasan. Penerimaan terhadap perbedaan harus dilakukan dengan ikhlas dan dari hati terdalam. Toleransi yang sejati adalah kesediaan menerima orang yang berbeda dengan tulus. Toleransi yang sejati adalah kesediaan memberikan tempat dalam hati yang sangat dalam orang-orang yang berbeda
“Sebesar apa pun tantangan tersebut, jangan berputus asa. Anggaplah tantangan itu sebagai ujian bagi kita. Jadi kalau kita ada ujian, niatkan bahwa itu undangan Tuhan untuk menaikkan kelas kita. Tanpa ada ujian, sulit ada kenaikan kelas. Perayaan Natal adalah kesempatan bagi umat Kristiani untuk membaktikan dan mengasah rasa cinta kasihnya kepada Tuhan,” ujar Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut
Menindak lanjutkan Seminar Natal Nasional ini, digelar diskusi dengan menghadirkan pembicara antara lain Menteri Hak Asasi Manusia RI Natalius Pigai, Diaz Hendropriyono (Wakil Menteri Lingkungan Hidup RI) dan Pdt. Jacklevyn Manuputty, Ketua Umum PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia).
Pdt. Jacklevyn Manuputty mengawali paparannya tentang kebangsaan menyampaikan tema Natal yang diambil dari Lukas 2 : 15. Marilah kita pergi ke Bethlehem. “kami memahami bahwa Natal sebagai bentuk belas kasih dengan menghampiri manusia dalam karya penyelamatan dengan kelahiran Tuhan Yesus.
“Ajakan pergi ke Bethlehem adalah ajakan untuk menjalani ziarah iman, sehingga kita merasakan sungguh0sungguh di kasihi. Dengan demikian, kita mampu mengasihi satu sama lainnya. Kita pun di sadarkan akan adanya konflik, peperangan, penindasan, ketidakadilan ekonomi, masalah sosial dan etnis, juga perubahan ekologi dan iklim yang disebabkan oleh manusia.”
Pdt. Jacklevyn mengajak seluruh umat Kristeiani untuk mengimplemantasikan belas kasih. “Ini mnejadi tantangan bagi kita bersama agama-agama saat ini. Kita perlu menerjemahkan panggilan kebangsaan kita secara konsisten dan bermartabat. Pengting bagi gereja dan lembaga-lembaga keumatan sebagai mitra kritis terhadap pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk mengawal cita-cita kebangsaan. Mari rayakan Pancasila dengan tindakan.”
Hadir sebagai penanggap Diskusi yang dinamis dan interaktif diharapkan tercipta berkat kehadiran para penanggap yang kompeten seperti Stanley Adi Prasetyo, Aktivis HAM, A. Setyo Wibowo, SJ.,( Dosen STF Driyarkara) dan Hening Purwanti Parlan (Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah).
Komentar