KSI, Kutai – Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah, diantaranya seperti penurunan kesuburan tanah dan usaha – usaha pertanian tradisional yang dilakukan dengan mengkonversi lahan hutan menjadi lahan pertanian di Desa Manunggal Jaya Kec. Tenggarong Seberang Kab. Kutai Kartanegara.
Hal tersebut sering menjadi penyebab terjadinya lahan kritis. Adapun tujuan yang diharapkan adalah agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan dengan optimal dan berkelanjutan, dalam arti kesejahteraan masyarakat dapat meningkat tanpa menimbulkan terjadinya kerusakan dan degradasi sumber daya alam dan lingkungan yang dapat merugikan kelangsungan hidup yang akan datang.
Upaya pelestarian lingkungan hidup dan ekosistem juga dapat terus dipantau dan memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana dan arif.
Alih guna lahan menjadi Hutan Rakyat yang ada di
desa Manunggal Jaya bukanlah hutan perawan dan
atau hutan alami saat ini, namun merupakan alih
fungsi lahan yang tidak produktif menjadi lahan
produktif. Lokasi lahan ini merupakan tanah garapan yang lama tidak digunakan lagi shingga menjadi semak belukar. Rencana pelaksanaan pembukaan program HR (Hutan Rakyat) di desa Manunggal Jaya, Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara dimulai sejak tanggal 25 Mei 2022.
Program ini merupakan program kolaborasi antara
KT Usaha Mandiri dengan POKDARWIS Kampoeng
Wisata Sawah dibawah bimbingan dan pendampingan program dari KPHP Santan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. Lokasi luasan lahan kurang lebih 20 Ha milik masyarakat setempat.
Tahap awal telah dilakukan sosialisasi program Hutan Rakyat di pondok pertemuan Kelompok Tani Usaha Mandiri Blok D desa Manunggal Jaya. Dengan harapan program ini ke depan dapat mendukung kegiatan POKDARWIS Kampoeng Wisata Sawah.
Selanjutnya tahap berikutnya juga telah dilakukan
survey lokasi lahan dan pemetaan lahan dengan
menggunakan drone. Gambar Hasil Drone Lokasi HR (Hutan Rakyat) Pada saat pemasangan patok batas lokasi Hutan Rakyat (HR) pada tanggal 16 Agustus 2022 telah ditemukan anakan bunga mirip dengan bunga bangkai (Amorphophallus titanum). Sejauh ini lokasi tempat penemuan tanaman bunga tersebut telah diisolasi dan dipantai perkembangannya.
Bunga bangkai raksasa atau suweg raksasa,
Amorphophallus titanum Becc., merupakan tumbuhan dari suku talas-talasan (Araceae) endemik dari Sumatra, Indonesia, yang dikenal sebagai tumbuhan dengan bunga (majemuk) terbesar di dunia, meskipun catatan menyebutkan bahwa kerabatnya, A. gigas (juga endemik dari Sumatra) dapat menghasilkan bunga setinggi 5m.
Kibut disebut juga bunga bangkai dikarenakan bunganya yang mengeluarkan bau seperti bangkai yang membusuk, yang dimaksudkan sebenarnya untuk mengundang kumbang dan lalat untuk menyerbuki bunganya. Kibut sering dipertukarkan dengan padma raksasa atau Rafflesia arnoldii. Mungkin karena kedua jenis tumbuhan ini sama-sama memiliki bunga yang berukuran raksasa, dan keduanya sama-sama mengeluarkan bau yang tak enak.
Jenis-jenis Amorphophallus juga dapat dijumpai pada hutan hujan tropis di Stasiun Penelitian Hutan Tropis (SPHT) Taman Nasional Kayan Mentarang di Lalut Birai, Desa Long Alango, Kecamatan Bahau Hulu, Kabupaten Malinau. Tumbuhan ini hanya ada di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan tanaman endemik ini adalah asli tanaman yang ada di daerah hutan Kalimantan Timur, karena persebaran dari
Kalimantan Utara yang masih merupakan satu
daratan. Semoga menjadi hal yang baik dan dapat
menjadikan endemik ini terus kita lestarikan “ ungkap Sugeng Pamungkas, S.Hut penemu sekaligus penyuluh kehutanan provinsi Kalimantan Timur. (HARI).
Komentar