Warga Ohoi Elar Ngursoin Gugat Transparansi: L.M dan Rekan Laporkan Pj serta Bendahara ke Kejari Malra

Langgur, Kabarsulsel-Indonesia.com | Awan kecurigaan kembali menggantung di langit Maluku Tenggara. Kali ini datang dari Ohoi Elar Ngursoin, tempat di mana masyarakatnya mulai kehilangan kepercayaan terhadap pengelolaan dana desa.

Senin pagi, 20 Oktober 2025, sekelompok warga yang dipimpin oleh L.M melangkah mantap menuju Kantor Kejaksaan Negeri Maluku Tenggara di Langgur.

Di tangan mereka, setumpuk berkas laporan dugaan korupsi dana desa. Di dalamnya tercantum dua nama penting: Pejabat Ohoi Moksen Lusubun (ML) dan Bendahara Sartika Yeubun (YS).

Laporan resmi itu diterima langsung oleh petugas kejaksaan, Frish Ilia Waremra. Tujuannya jelas: agar aparat penegak hukum memanggil dan memeriksa kedua perangkat ohoi tersebut atas dugaan penyelewengan dana desa dari tahun 2023 hingga tahap pertama 2025.

Menurut L.M, laporan ini bukan lahir dari emosi sesaat, melainkan dari rasa kecewa yang menumpuk.

“Sejak 2023 sampai 2025 tahap pertama, kami tidak melihat ada pembangunan berarti di ohoi kami. Tidak ada transparansi, tidak ada laporan yang jelas. Padahal dana itu untuk masyarakat,” ujarnya tegas kepada Kabarsulselindonesia.com.

Ia menuturkan, masyarakat telah lama menduga adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana desa. Program pembangunan yang dijanjikan tak kunjung terlihat, sementara dana terus cair dari pusat.

“Kalau semua berjalan sesuai aturan, mestinya hasilnya juga kami bisa rasakan,” kata L.M, dengan nada kecewa.

Bersama beberapa warga lainnya, L.M memutuskan turun langsung ke Langgur.

“Kami sepakat untuk tidak tinggal diam. Hari ini kami laporkan ke Kejaksaan Negeri Maluku Tenggara agar kasus ini dituntaskan. Kami ingin ada efek jera, agar pejabat tidak seenaknya mempermainkan uang rakyat,” ujarnya.

Dalam laporannya, L.M juga mengutip arahan Presiden Republik Indonesia dan Jaksa Agung RI agar seluruh aparat menuntaskan kasus-kasus korupsi hingga ke akar.

Ia bahkan menyinggung dasar hukum yang menjadi pegangan mereka: Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) KUHPidana.

“Ini bukan sekadar laporan. Ini seruan keadilan. Kami ingin hukum benar-benar hadir di ohoi kami,” tutur L.M dengan mata yang menatap lurus ke depan.

Kini, bola panas berada di tangan Kejaksaan Negeri Maluku Tenggara. Masyarakat menanti langkah tegas: apakah laporan ini akan berhenti di meja administrasi, atau justru menjadi pintu masuk bagi penegakan hukum yang lebih besar di wilayah pesisir Kei.

Satu hal yang pasti — keberanian warga Ohoi Elar Ngursoin menandai babak baru: rakyat tak lagi diam menghadapi penyimpangan yang mencederai kepercayaan.

Komentar