Malra, Kabarsulsel-Indonesia.com | Tuduhan pemalsuan tanda tangan dan manipulasi data kredit yang menyeret nama Bank Modern Express akhirnya menemui babak baru. Pihak bank angkat bicara. Dengan nada tenang namun penuh keyakinan, Pimpinan Cabang Bank Modern Express Maluku Tenggara, Yuni Ulath, menepis seluruh tudingan yang dilayangkan terhadap institusinya.
“Kami sudah periksa seluruh dokumen. Berdasarkan slip penarikan dan Surat Perjanjian Kredit, tanda tangan itu sah milik yang bersangkutan. Tidak ada pemalsuan,” tegas Yuni dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (20/10/2025).
Pernyataan Yuni bukan tanpa dasar. Dari catatan resmi bank, Julianus Rahangmetan tercatat pertama kali mengajukan kredit pada 2 Mei 2016, lewat skema takeover dari Bank Maluku Malut.
Dua tahun kemudian, tepatnya 10 September 2018, Rahangmetan kembali memperpanjang pinjamannya melalui fasilitas top up senilai Rp130 juta, dengan jangka waktu 9 tahun 6 bulan. Kredit tersebut dipastikan belum jatuh tempo hingga 2026.
Namun yang menarik, pada tanggal pencairan yang sama, Rahangmetan menandatangani SPK dan slip penarikan sebesar Rp27 juta — dua dokumen kunci yang kini menjadi pusat kontroversi.
“Tanda tangan itu sudah pernah kami tunjukkan langsung kepada yang bersangkutan, dan beliau mengakui bahwa itu benar tanda tangannya sendiri,” jelas Yuni.
Di tengah maraknya pemberitaan dan perbincangan publik, muncul kabar bahwa pihak Rahangmetan melalui kuasa hukumnya, Advokat Lopianus Y. Ngabalin, S.H., telah melakukan mediasi dengan pihak bank. Tapi Yuni membantah keras.
“Tidak benar ada mediasi. Sampai hari ini, kami belum pernah bertemu dengan kuasa hukum atau dua saksi yang disebut dalam laporan,” ujarnya.
Pernyataan itu sekaligus menggugurkan klaim yang sempat beredar luas di media sosial dan media daring. Sebelumnya, sejumlah unggahan menuding adanya praktik curang di balik pengelolaan data kredit Bank Modern Express, bahkan menuduh lembaga keuangan itu melakukan rekayasa dokumen.
Yuni memandang tudingan tersebut sebagai serangan terhadap kredibilitas lembaga perbankan yang selama ini beroperasi sesuai koridor hukum.
“Kami ini lembaga yang diawasi OJK. Setiap pencairan, setiap tanda tangan, setiap perpanjangan kredit — semua melalui sistem dan prosedur baku. Tidak ada ruang untuk manipulasi,” ujarnya lugas.
Di balik ketegasan itu, kasus ini memperlihatkan bagaimana sebuah isu di media sosial bisa dengan cepat menggerus reputasi lembaga keuangan, bahkan sebelum kebenaran diuji. Di ruang publik, nama Julianus Rahangmetan seketika viral, namun di meja verifikasi bank, fakta berbicara lain.
Kini publik menanti, apakah laporan Rahangmetan akan berlanjut ke penyelidikan hukum atau berhenti di klarifikasi fakta. Bagi Bank Modern Express, pernyataan resmi ini bukan sekadar pembelaan — tapi bentuk penegasan atas integritas lembaga di tengah badai tudingan yang memburu nama baik mereka.
“Kami siap membuka seluruh data bila diminta aparat. Karena kebenaran tidak bisa dimanipulasi,” tutup Yuni dengan nada penuh keyakinan.
Dengan begitu, kabut dugaan mulai terurai. Polemik yang sempat mengguncang Maluku Tenggara kini berbalik arah — dari tuduhan menjadi pembuktian, dari isu menjadi fakta.









Komentar