Krisis Minat Anak Muda di Sektor Pertanian

OPINI107 views

Oleh : Angling Kusumaningrum

Kabarsulsel-Indonesia.com | Opini – Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai poros utama penggerak ekonomi negara. Pertanian adalah pemanfaatan sumber daya yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan. Selain itu, kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami orang sebagai budidaya tanaman. Pertanian adalah hal yang substansial dalam pembangunan, yaitu penyedia bahan mentah untuk industri, dan sebagai tulang punggung ketahanan pangan dan ekonomi nasional Indonesia, yang menyerap lebih dari 29% tenaga kerja nasional. Dengan demikian sektor pertanian menjadi hal yang sangat penting dan harus dijaga keberlangsungannya oleh Pemerintah Indonesia.

Sektor ini menghadapi tantangan besar, yaitu terdapat pergeseran kesempatan kerja di lahan pertanian. Riset Kementrian Pertanian menunjukkan bahwa rata-rata pekerja di sektor pertanian sudah mencapai 53 tahun, sedangkan tenaga kerja untuk yang berusia muda hanya sekitar 8%. Fakta ini sangat menghawatirkan karena petani yang berusia tua tidak dapat terus bekerja dengan produktivitas yang tinggi. Jika produktivitas pertanian menurun, akan sulit bagi Indonesia untuk lepas dari ketergantungan mengimpor bahan pangan dari luar negeri. Selain itu, kelompok petani usia tua juga akan sulit beradaptasi untuk menggunakan teknologi dalam bertani. Sehingga, keterlibatan generasi muda sangat diperlukan dalam sektor pertanian. Selain mudah beradaptasi dengan penggunan teknologi, mereka juga dapat melakukan inovasi untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Khusunya mahasiswa yang menempuh pendidikan di bidang pertanian yang dapat melakukan riset untuk kemudian diterapkan di lapangan. Jika fenomena ini terus berlangsung, Indonesia terancam mengalami krisis regenerasi petani, yang pada akhirnya akan memengaruhi ketahanan pangan nasional dan memperbesar ketergantungan pada impor. Hal ini sangat memprihatinkan, karena ketergantungan pada impor dapat membuat Indonesia menjadi rentan terhadap krisis global dan fluktuasi harga pangan internasional.

Hal ini terjadi karena generasi muda memiliki persepsi tersendiri terhadap pekerjaan pertanian. Banyak kalangan muda yang menganggap bahwa pekerjaan atau pendidikan tinggi dibidang pertanian adalah sesuatu yang tidak membanggakan atau masih dianggap hal kecil. Dalam bidang “pertanian” yang terlintas dalam pikiran mereka hanya petani-petani kecil yang berpenghasilan minim, dan masa depan yang tidak pasti. Padahal dibalik itu “pertanian” tidak hanya tentang mencangkul, bercocok tanam yang langsung turun di lapangan menghadapi terik matahari. Profesi tersebut juga kerap kali dipandang sebelah mata. Padahal, kebutuhan utama manusia dapat terpenuhi atas jerih payah para petani yang berusaha menyediakan sumber pangan.

Sayangnya, profesi petani ini belum mendapatkan respons positif dari kalangan pemerintah. Jika ada anak muda yang ingin terjun di Bidang Pertanian, mungkin anak muda tersebut mempunyai semangat yang lebih dalam memajukan pertanian Indonesia dan memiliki minat di bidang Pertanian.

Para petani dan orang tua generasi muda juga melihat adanya risiko dalam bertani sangat besar, seperti gagal panen, kelangkaan pupuk, hama tanaman, cuaca yang tidak pasti, dan lain sebagainya. Selain itu, kendala-kendala tersebut menjadikan keluarga petani memilih menyekolahkan anaknya hingga sekolah tinggi atau sarjana sehingga semakin memperkecil kemungkinan mereka untuk terjun di dunia pertanian.

Sebagai contoh, di Jawa Barat, sebuah survei tahun 2022 mencatat bahwa lebih dari 70% petani muda tidak memiliki lahan sendiri dan hanya menjadi buruh tani musiman. Kondisi ini menyebabkan banyak dari mereka meninggalkan desa dan beralih ke sektor pekerjaan lain. Akibatnya, banyak lahan pertanian terbengkalai karena tidak adanya penerus. Di sisi lain, negara seperti Jepang dan Korea Selatan juga menghadapi masalah serupa, namun mereka berhasil menarik minat generasi muda melalui subsidi modernisasi alat, promosi pertanian berbasis teknologi, dan dukungan ekosistem startup agrikultur. Hal ini dapat diliat bahwa peran pemerintah dan adanya kolaborasi lintas sektor menjadi kunci untuk menyelamatkan pertanian.

Untuk menjawab keresahan ini, diperlukan semangat kolaborasi antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian dan para generasi muda Indonesia. Kolaborasi ini bertujuan meningkatkan produktivitas petani dan memajukan sektor pertanian di Indonesia. Sebab, pertanian merupakan sektor penting bagi keberlangsungan hidup manusia karena mampu menyediakan pangan yang dibutuhkan sepanjang zaman. Oleh karena itu, generasi muda perlu diberdayakan secara nyata.

Karena itu, peran anak muda sebagai penggerak sektor pertanian menjadi sangat penting. Anak muda juga harus memahami bahwa sektor pertanian juga merupakan salah satu langkah untuk melestarikan kebudayaan dan pangan lokal agar terhindar dari jumlah impor di sektor pertanian yang terus-menerus meningkat dan berakibat pada Keuangan Negara semakin memburuk di masa mendatang.

Selain itu, anak muda juga harus paham pentingnya menerapkan Pertanian Lestari demi menjaga lingkungan sekitar tetap sehat dan efisien dalam penggunaannya. Konsep Pertanian Lestari ini sangat bermanfaat sebagai pemberdayaan petani. Petani tidak memerlukan alat pertanian canggih nan mahal, bisa menurunkan biaya produksi pertanian yang akan berdampak pada harga dari hasil pertaniannya, dan mampu menjaga panen tetap aman di tengah perubahan iklim.

Dalam menarik minat pemuda diharapkan pemerintah juga mampu memberikan dukungan untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian Pertanian bersama pemerintah daerah dapat mengadakan program Petani Milenial. Petani Milenial merupakan program pengembangan wirausaha tani yang melibatkan petani-petani muda di bidang pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan agar terciptanya ekosistem pertanian yang mandiri, maju dan berkelanjutan.

Program ini bertujuan, salah satunya untuk pemulihan ekonomi masyarakat di sektor pertanian. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk mengembangkan semangat kewirausahaan di kalangan generasi muda (milenial) dalam usaha pertanian serta meningkatkan produksi pangan, hortikultura, dan peternakan. Pengadaan petani milenial juga sebagai langkah menanggulangi pengangguran dan menciptakan lapangan kerja dalam mewujudkan sektor Pertanian yang lebih cemerlang. Langkah-langkah ini dapat menjadi solusi untuk memastikan bahwa regenerasi petani berjalan dengan baik.

Misalnya pada Program Petani Milenial yang telah diselenggarakan di 4 provinsi (Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan selatan, dan Sulawesi Selatan). Sepanjang program tersebut diselenggarakan baik oleh Kementrian Pertanian maupun Pemerintah Daerah, tercatat lebih dari 20 ribu petani milenial terdaftar. Saat ini mereka sedang dibina untuk memajukan sektor pertanian di Indonesia. Jika program ini diberlakukan secara masif di Indonesia, diharapkan pemerintah pusat akan mampu mencetak petani-petani milenial baru untuk menyelesaikan potensi masalah putusnya generasi petani di masa mendatang. dukungan fasilitas, dan pendampingan atau monitoring yang berkelanjutan dalam aspek teknis maupun keuangan. Selain itu penghargaan bagi petani muda yang berprestasi juga perlu dilakukan untuk mendorong kalangan muda semakin mengembangkan usaha taninya.

Selain dari dukungan pemerintah, petani meleni juga membutuhkan dukungan penting dari kalanganmasyarakat pedesaan sekitar untuk memberikan dorongan dan dukungan moral bagi kalangan muda untuk berusaha tani di pertanian serta bersama-sama membangun pertanian berkelanjutan.

Adanya akademisi dan peneliti juga diperlukan untuk memacu kalangan muda melakukan inovasi-inovasi dan memberikan pendampingan dalam menjalankan usaha taninya.

Pendampingan tersebut dapat berupa memberikan pelatihan, monitoring, dan konsultasi. Sedangkan sektor swasta dapat memberikan bantuan dalam bidang input (saprodi) ataupun output (pemasaran).

Krisis minat anak muda dalam pertanian merupakan masalah serius yang menyentuh aspek ekonomi, sosial, dan ketahanan nasional. Meski tantangannya kompleks, peluang untuk menjadikan pertanian sebagai sektor strategis yang modern dan menjanjikan tetap terbuka lebar. Maka dari itu, dengan sinergi antara pemerintah, institusi pendidikan, komunitas, dan pelaku bisnis, anak muda dapat didorong untuk kembali mencintai pertanian dan menjadi agen transformasi menuju masa depan pangan yang mandiri dan berkelanjutan.

Komentar