Nilai-Nilai Budaya Kei dan Urgensi Pelestarian Lingkungan

Jakarta, OPINI372 views

Oleh: Fikry Rahayaan (Pemerhati Budaya dan Lingkungan)

Kabarsulsel-Indonesia.com | Opini –  Masyarakat Kei, yang berasal dari Kepulauan Kei di Maluku, dikenal memiliki kearifan lokal _(local wisdom)_ yang kaya akan nilai-nilai budaya. Salah satu nilai utama yang dipegang teguh adalah sebagaimana yang termaktub pada pasal ketujuh sebagai prinsip hidup orang-orang Evav (baca: Kepulauan Kei) yang diatur di dalam hukum _Larvhul Ngabal_.

Pasal ketujuh atau yang lazim dinamai hukum _Hawear balwirin_ mengatur tentang pentingnya menjaga dan menghormati batas-batas _(boundaries)_ dalam hal kepemilikan. Konteks kepemilikan yang dimaksud dalam hal ini dapat diterjemahkan ke dalam ruang privat _(private space)_ sekaligus ruang bersama _(communal/collective space)_. Dua bentuk ruang kepemilikan tersebut didasari pada dalil pasal ketujuh hukum _Larvhul Ngabal_ yang berbunyi: “hira i ni entun fo i ni, it did fo it did” (milik orang adalah miliknya, milik kita adalah milik kita).

Tentu bahwa nilai-nilai dimaksud tersebut tidak hanya mengatur hubungan antarindividu, tetapi juga mencerminkan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Dalam era modern seperti sekarang, pelestarian budaya Kei memiliki relevansi yang kuat dengan upaya pelestarian lingkungan.

Prinsip _Larvhul Ngabal_ atau hukum adat yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat Kei, menempatkan alam sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Misalnya, adat Sasi dalam masyarakat Kepulauan Kei, sasi kerap ditandai dengan pemasangan hawear (janur kuning dari daun kelapa) mengatur pemanfaatan sumber daya alam dengan batasan tertentu, seperti masa larangan menangkap ikan atau menebang pohon.

Aturan ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan memastikan kelestarian sumber daya bagi generasi mendatang.

Namun, modernisasi dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan sering kali mengancam nilai-nilai budaya ini. Perusahaan besar yang melakukan penambangan atau penangkapan ikan secara masif dapat merusak ekosistem yang selama ini dilindungi oleh masyarakat adat. Dalam situasi seperti ini, nilai-nilai budaya Kei menjadi solusi lokal yang relevan untuk menghadapi tantangan global.

Pelestarian budaya Kei tidak hanya tentang melestarikan tradisi, tetapi juga menjaga lingkungan sebagai warisan untuk generasi mendatang. Upaya ini memerlukan sinergi antara masyarakat adat, pemerintah, dan pihak swasta. Edukasi tentang nilai-nilai budaya dan pentingnya pelestarian lingkungan perlu ditanamkan sejak dini, baik melalui pendidikan formal maupun informal.

Selain itu, pengakuan terhadap hak masyarakat adat (indegenous people) dalam mengelola lingkungan mereka sendiri juga harus diperkuat. Pemerintah dapat memberikan perlindungan hukum terhadap wilayah adat dan mendorong, misalnya, praktik eco-tourism berbasis kearifan lokal. Dengan begitu, nilai-nilai budaya Kei tidak hanya lestari tetapi juga menjadi contoh keberlanjutan lingkungan yang dapat diaplikasikan di berbagai wilayah lain.

Nilai-nilai budaya Kei mengajarkan kita bahwa hubungan manusia dengan alam bukan hanya soal memanfaatkan, tetapi juga menjaga dan merawat. Dengan melestarikan budaya Kei, kita tidak hanya melindungi tradisi yang berharga tetapi juga turut menjaga kelangsungan hidup (life sustainability) bumi kita. Semoga nilai-nilai luhur ini terus menjadi inspirasi bagi kita semua.

Komentar