Pelajaran dari Penelantaran Tokoh Besar: Ir. Petrus Beruatwarin, M.Si

Kabarsulsel-Indonesia.com | Opini – Sosok Pemimpin yang Diabaikan

Ir. Petrus Beruatwarin, M.Si., bukan sekadar nama dalam pemerintahan Maluku Tenggara. Sebagai tokoh Protestan yang dihormati, ia memiliki reputasi luar biasa dalam manajemen, pengelolaan pemerintahan, dan kepemimpinan.

Dua periode menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) dan sempat menjadi Wakil Bupati mendampingi Muhammad Thaher Hanubun (MTH), ia dianggap sebagai figur yang mampu menjembatani kepentingan umat dan daerah. Namun, di balik prestasi dan kapabilitasnya, ada kisah tragis penelantaran seorang pemimpin besar.

Diperalat dan Diabaikan

Keputusan MTH memilih Petrus Beruatwarin sebagai pendamping politik bukan tanpa alasan. Sebagai tokoh Protestan, Petrus jelas menjadi magnet suara dari komunitas Gereja Protestan Maluku (GPM). Namun, harapan untuk menjadi bagian dari pengambilan keputusan strategis pupus begitu saja.

Selama masa pemerintahannya, MTH sama sekali tidak memberi ruang kepada Petrus untuk berkontribusi dalam kebijakan penting Pemerintah Daerah Maluku Tenggara.

Seorang mantan Sekda yang memiliki segudang pengalaman saja bisa “dibungkam.” Maka, wajar jika muncul pertanyaan: bagaimana nasib figur muda yang kini dipilih MTH sebagai calon Wakil Bupati? Pemuda tersebut, meski memiliki latar belakang keluarga terhormat, minim pengalaman dan pengakuan publik.

Seperti sejarah berulang, kemungkinan besar ia hanya akan menjadi alat politik untuk mendulang suara umat Protestan, lalu dilupakan.

Siasat Politik dan Konflik Kepentingan

MTH dikenal cerdik memanfaatkan strategi politik berbasis doktrin tertentu. Dalam dinamika ini, prinsip-prinsip seperti “taqiyyah” – taktik manipulatif demi mencapai tujuan – dianggap relevan.

Kasus penelantaran Petrus menjadi bukti nyata. Figur besar dengan pengalaman gemilang bisa dengan mudah diabaikan, apalagi seorang pemuda tanpa rekam jejak mumpuni.

Lebih ironis, sejumlah aktivis GPM kini ikut bergabung dalam tim sukses MTH. Namun, keterlibatan mereka bukanlah karena kepuasan terhadap kepemimpinan MTH, melainkan demi agenda pragmatis.

Mereka berharap, jika MTH menang, maka kasus hukumnya akan terbuka, ia akan menjadi tersangka, dan calon Wakil Bupati yang muda itu akan naik takhta. Meskipun demikian, kalkulasi ini tidak lebih dari sebuah permainan politik dengan risiko saling menikam di belakang.

Pelajaran dari Kisah Ir. Petrus Beruatwarin

Masyarakat Maluku Tenggara, khususnya komunitas Protestan, diingatkan untuk belajar dari kasus Ir. Petrus Beruatwarin. Jangan lagi memberi dukungan kepada pemimpin yang mengabaikan terang dan keadilan.

Harga yang harus dibayar terlalu mahal, terutama bagi tanah Larvul Ngabal yang kaya akan sejarah dan nilai-nilai luhur.

Hanya dengan memilih pemimpin yang benar-benar tulus melayani, masyarakat Maluku Tenggara dapat keluar dari kegelapan politik yang penuh manipulasi dan tipu daya. Jangan biarkan tragedi politik yang dialami Petrus Beruatwarin kembali terulang.

Komentar