Malra,Kabarsulsel-Indonesia.com. Belakangan ini banyak suara yang menyoroti dan mengkritik kebijakan pemerintah soal utang negara. Ada yang menilai pemerintah terlalu banyak berutang, seolah-olah itu beban besar bagi bangsa. Padahal, tidak semua orang memahami bahwa utang negara tidak sama dengan utang pribadi. Dalam ekonomi modern, utang justru menjadi alat penting untuk membangun dan mempercepat kemajuan bangsa, selama digunakan dengan bijak dan tepat sasaran.
Utang negara pada dasarnya bukan untuk berfoya-foya, melainkan untuk berinvestasi dalam pembangunan. Negara-negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan bahkan memiliki jumlah utang yang jauh lebih besar dibanding Indonesia, tetapi mereka memanfaatkannya untuk membangun infrastruktur, memperkuat industri, dan menyejahterakan rakyatnya. Artinya, utang bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi, bukan sumber masalah, jika dikelola dengan benar.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Setya Kita Pancasila, Bruri B. Tumiwa lewat rilisnya kepada wartawan, Senin (13/10/2025)
SEBERAPA BESAR UTANG INDONESIA SAAT INI?
Berdasarkan data dari berbagai lembaga ekonomi dunia:
Situs Trading Economics memperkirakan utang pemerintah Indonesia sekitar 39% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir tahun 2025.
IMF Data Mapper mencatat angka serupa, yaitu sekitar 38,4% dari PDB.
Kalau kita bandingkan dengan batas aman utang yang umum digunakan, yaitu 60% dari PDB, posisi Indonesia masih sangat terkendali. Bahkan dibanding negara maju, rasio utang kita tergolong rendah. Jadi, tidak benar kalau dikatakan Indonesia sedang “tenggelam dalam utang.”
UTANG YANG MENGHASILKAN, BUKAN MENGHABISKAN
Bayangkan pemerintah berutang untuk membangun jalan, pelabuhan, dan jembatan. Hasilnya, biaya transportasi dan distribusi barang jadi lebih murah, petani dan nelayan bisa menjual hasilnya lebih cepat, dan daerah-daerah terpencil jadi lebih terbuka. Dari situ, ekonomi masyarakat meningkat, dan pendapatan negara ikut naik.
Inilah yang disebut utang produktif — utang yang menghasilkan keuntungan jangka panjang bagi rakyat. Nilai pembangunan yang dihasilkan bisa jauh lebih besar daripada bunga yang harus dibayar.
KENAPA LEBIH BAIK BERUTANG SEKARANG DARIPADA NANTI?
Kalau pemerintah tidak berutang sekarang, biaya pembangunan ke depan justru akan lebih mahal. Harga bahan bangunan, alat, dan teknologi terus naik mengikuti inflasi dan perkembangan zaman.
Sama seperti saat kita ingin membeli kendaraan: lebih baik membeli sekarang ketika harga masih terjangkau, daripada menunggu beberapa tahun ke depan ketika semuanya sudah naik. Prinsip yang sama berlaku untuk pembangunan negara. Menunda pembangunan berarti menunda kesejahteraan rakyat — bahkan bisa membuat rakyat menanggung biaya yang lebih besar di masa depan.
BERUTANG UNTUK KEMAJUAN, BUKAN KELEMAHAN
Tentu, pemerintah harus berhati-hati dalam mengelola utang. Tetapi selama utang digunakan untuk menciptakan lapangan kerja, membangun infrastruktur, dan memperkuat ekonomi rakyat, maka itu bukan tanda kelemahan — melainkan keberanian untuk membangun bangsa.
Kritik kepada pemerintah itu wajar dan dibutuhkan. Namun, hendaknya kritik dilandasi pengetahuan yang benar, bukan karena kebencian politik. Karena bangsa ini tidak akan maju kalau rakyatnya hanya pandai mencela tanpa mau ikut bekerja membangun.
(Elang Kei)
Komentar