Thaher Hanubun Geram: “Langgur Itu Ibu Kota Malra, Bukan Tual!”

Maluku Tenggara, Kabarsulsel-Indonesia.com | Bupati Maluku Tenggara, Muhamad Thaher Hanubun, melontarkan kritik tajam kepada pemerintah pusat yang dinilainya masih keliru dalam mencatat identitas administratif wilayahnya.

Dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RPJMD 2025–2029 yang digelar di Aula Kantor Bupati, Senin, 28 Juli 2025, Thaher dengan lantang menegaskan bahwa Langgur adalah ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara—bukan Kota Tual.

“Jakarta itu masih saja mengidentifikasi Maluku Tenggara dengan Tual. Bahkan dalam Perpres Nomor 6 Tahun 2017 dan Perpres Nomor 18 Tahun 2020, wilayah Kei Besar disebut sebagai bagian dari Kota Tual. Ini keliru total,” ujar Thaher dengan nada tinggi.

Kesalahan tersebut, kata dia, tak hanya terjadi dalam dokumen negara, tapi juga dalam praktik kelembagaan. Sejumlah instansi vertikal dan promosi pariwisata nasional kerap mencantumkan alamat Langgur sebagai bagian dari Kota Tual.

“Mulai sekarang, semua kementerian harus diberi surat resmi. Kalau masih pakai nama Tual, silakan saja pindah ke Tual. Di sini Langgur, pusat pemerintahan Maluku Tenggara,” ucapnya geram.

Thaher mencontohkan proyek pasar rakyat yang sempat dicatat sebagai milik Kota Tual meski dibangun di wilayah Malra.

“Saat Presiden Jokowi datang, pasar itu jelas dibangun untuk kita. Tapi tiba-tiba dalam laporan, nama Malra hilang, diganti Tual. Saya ribut habis-habisan sampai akhirnya dikoreksi,” tuturnya.

Ia menegaskan, kekeliruan data semacam itu tak bisa dianggap sepele karena berpengaruh langsung terhadap pembagian anggaran dan arah kebijakan pembangunan nasional.

“Kalau data salah, bisa-bisa dana ke Kota Tual lebih besar dari Malra. Ini bisa jadi bentuk ketidakadilan struktural. Saya minta Kementerian Keuangan juga tidak kerja sambil tidur,” sindir Thaher.

Lebih jauh, ia mengkritisi pendekatan pemerintah pusat yang cenderung menyeragamkan kebijakan pembangunan seolah semua daerah memiliki kondisi serupa.

“Jakarta masih menganggap Maluku sama dengan Jawa. Padahal kita terdiri dari 76 pulau dan 80 pulau berpenghuni. Anggaran harus disesuaikan dengan realitas geografis kami,” ujarnya.

Meski menyoroti persoalan administratif, Thaher memastikan hubungan antara Maluku Tenggara dan Kota Tual tetap harmonis secara kekerabatan. Namun, ia menekankan pentingnya pemisahan secara struktural agar tak terjadi konflik data dan wilayah.

“Kita bersaudara, tapi beda pemerintahan. Jangan sampai kesalahan berulang dan mencederai prinsip keadilan pembangunan,” pungkasnya.

Ia berharap Musrenbang kali ini tak hanya menjadi ajang seremonial, melainkan momentum koreksi besar-besaran terhadap data yang keliru serta perbaikan koordinasi antara pemerintah daerah dan pusat.

Komentar