Maluku Tenggara, Kabarsulsel-Indonesia.com | Dugaan buruknya pengelolaan anggaran Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara (Pemkab Malra) kembali mencuat.
Sejak 2021 hingga 2024, utang jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) kepada dokter dan perawat RSUD Karel Sadsuitubun Langgur yang melayani masyarakat kurang mampu terus menggunung. Total tunggakan ini mencapai angka fantastis, yakni miliaran rupiah.
Berdasarkan informasi yang diterima redaksi, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Maluku Tenggara, Muchsin Rahayaan, S.STP, M.Si, melalui surat resmi bernomor 400.75/11/Dinkes tertanggal 10 Januari 2025, meminta Kepala Dinas Sosial menghentikan sementara penerbitan surat keterangan Jamkesda.
Langkah ini diambil akibat beban utang pelayanan kesehatan yang belum terselesaikan hingga kini.
“Pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesda di RSUD Karel Sadsuitubun Langgur untuk sementara tidak dapat dilayani karena biaya pelayanan hingga akhir 2024 belum dibayarkan,” tulis Kadinkes dalam suratnya, yang belakangan viral di media sosial.
Pemkab Malra Tunggak Rp 5,2 Miliar
Seperti diungkapkan sebelumnya, DPRD Maluku Tenggara dalam sidang paripurna Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati 2023, menegaskan bahwa Pemkab Malra memiliki kewajiban segera melunasi utang sebesar Rp 5.279.861.349 kepada RSUD Karel Sadsuitubun Langgur.
“Pemkab Malra harus segera membayar utang tersebut, karena tenaga medis sudah melaksanakan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat kurang mampu,” tegas Sekretaris DPRD Malra, Bernadus Rettob, pada sidang yang digelar 15 Mei 2024.
Tak hanya itu, pelayanan medis juga menyisakan tunggakan jasa medis sebesar Rp 1,8 miliar kepada dokter dan perawat.
Kondisi ini diperparah dengan hutang obat-obatan RSUD Karel Sadsuitubun kepada PT Kimia Farma sebesar Rp 4 miliar, sementara utang 2024 belum dihitung.
Anggaran Defisit dan Masalah Sistemik
Mantan Wakil Bupati Maluku Tenggara, Ir. Petrus Beruatwarin, M.Si, membenarkan adanya defisit anggaran terbuka di Pemkab Malra.
Ia mengungkapkan bahwa hingga penutupan buku pada 31 Desember 2024, terdapat banyak Surat Perintah Membayar (SPM) yang belum dapat dicairkan akibat kekosongan kas daerah.
“Sejak 2021 hingga 2024, utang pelayanan peserta Jamkesda mencapai Rp 5 miliar lebih, belum termasuk jasa medis 35%. Selain itu, ada juga tunggakan Alokasi Dana Ohoi (ADO) tahap II 2024 sebesar Rp 19,1 miliar yang belum dibayarkan,” ujarnya.
Beruatwarin juga menyoroti lemahnya pengelolaan pajak Dana Desa (DD) selama lima tahun terakhir, yang turut menyumbang pada ketidakstabilan anggaran.
Kritik Publik dan Respons Kadinkes
Meski surat Kadinkes tersebut kini menjadi perbincangan publik, Muchsin Rahayaan memilih bungkam.
“Untuk sementara saya no comment dulu, karena surat ini bersifat internal. Namun, anehnya surat ini bocor ke publik dan malah jadi konsumsi politik,” sesalnya.
Publik menilai, ketidakmampuan Pemkab Malra dalam mengelola utang pelayanan kesehatan ini merupakan bentuk kegagalan tata kelola keuangan yang berdampak langsung pada pelayanan masyarakat miskin.
Desakan agar pemerintah segera melunasi utang dan menjamin keberlangsungan pelayanan kesehatan terus mengalir.
“Jangan sampai rakyat menjadi korban akibat buruknya manajemen pemerintah. Pelayanan kesehatan itu hak dasar masyarakat,” tegas salah satu pemerhati kebijakan publik.
Dengan krisis anggaran yang tak kunjung selesai, masa depan pelayanan kesehatan di Maluku Tenggara tampak kian suram. Kini, publik menanti langkah konkret dari Pemkab Malra untuk mengatasi masalah ini sebelum dampaknya semakin meluas.
Komentar