Skandal Honorarium Dinas PUPR Teluk Wondama: Kelebihan Bayar Rp656 Juta, Bukti Bobroknya Pengawasan Anggaran

Teluk Wondama, Kabarsulsel-Indonesia.com | Pengelolaan anggaran di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Teluk Wondama kembali menjadi sorotan tajam.

Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan adanya kelebihan pembayaran honorarium pengadaan barang dan jasa senilai Rp656.294.000,00 pada tahun anggaran 2023. Fakta ini menunjukkan pelanggaran serius terhadap standar satuan harga (SSH) yang ditetapkan.

Dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Kabupaten Teluk Wondama 2023, tercatat belanja pegawai senilai Rp264,19 miliar, termasuk belanja honorarium pengadaan barang dan jasa sebesar Rp2,08 miliar.

Dari jumlah tersebut, Dinas PUPR menjadi penyumbang terbesar dengan realisasi mencapai Rp1,43 miliar, jauh melampaui SKPD lainnya.

Namun, pemeriksaan mendalam oleh BPK mengungkapkan bahwa pembayaran honorarium tersebut tidak sesuai ketentuan.

Honorarium dibayarkan per kegiatan dan per bulan, bertentangan dengan aturan yang mengharuskan pembayaran berdasarkan satuan Orang-Bulan (OB). Akibatnya, terdapat kelebihan pembayaran pada empat bidang di Dinas PUPR, yaitu:

  • Bidang Bina Marga: Rp225.924.000,00
  • Bidang Sumber Daya Air: Rp152.970.000,00
  • Bidang Cipta Karya: Rp139.878.000,00
  • Bidang Perumahan dan Pemukiman: Rp137.522.000,00

Kepala Dinas dan TAPD Disorot

BPK juga menyoroti lemahnya pengawasan dari Kepala Dinas PUPR selaku pengguna anggaran. Verifikasi internal atas RKA dan pengujian dokumen pembayaran dianggap tidak dilakukan secara cermat.

Lebih ironis lagi, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mengakui tidak melakukan evaluasi mendalam atas anggaran honorarium yang diajukan Dinas PUPR.

Kepala Bidang Bina Marga dan Kepala Bidang Perumahan mengakui bahwa pembayaran honorarium tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Meski demikian, mereka berdalih bahwa honorarium yang diterima dianggap wajar karena mengelola anggaran lebih besar dibandingkan SKPD lain.

Namun, alasan ini tidak cukup untuk membenarkan pelanggaran aturan yang berlaku.

Rekomendasi Tegas BPK

Atas temuan ini, BPK memberikan rekomendasi tegas, termasuk penarikan kembali kelebihan pembayaran honorarium sebesar Rp656 juta dan penyetoran ke kas daerah.

Selain itu, TAPD diinstruksikan untuk lebih teliti dalam menyusun APBD agar pelanggaran serupa tidak terulang.

Dampak Serius pada Akuntabilitas Daerah

Kelebihan pembayaran ini tidak hanya mencoreng citra pengelolaan keuangan daerah, tetapi juga menunjukkan lemahnya sistem pengawasan internal.

Jika dibiarkan, praktik seperti ini dapat berdampak buruk pada akuntabilitas pemerintahan daerah dan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan anggaran.

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi Dinas PUPR dan pemerintah daerah untuk segera memperbaiki tata kelola keuangan mereka.

Apakah rekomendasi BPK akan dijalankan dengan serius? Atau, seperti biasa, kasus ini hanya akan menjadi angin lalu tanpa tindak lanjut? Masyarakat menunggu bukti nyata komitmen pemerintah dalam menegakkan aturan.

Komentar