Ketapang, Kabarsulsel-Indonesia.com | Dugaan manipulasi dan penyimpangan dalam pengelolaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Desa Kuala Tolak, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, mencuat ke permukaan.
Masyarakat menyoroti adanya perbedaan signifikan antara jumlah penerima BLT yang tercatat dalam Surat Keputusan (SK) dengan realisasi di lapangan.
Berdasarkan SK yang telah ditetapkan, jumlah penerima BLT seharusnya sebanyak 64 orang. Namun, saat pencairan, jumlah penerima bertambah menjadi 88 orang tanpa kejelasan.
Penambahan ini menimbulkan kecurigaan kuat akan adanya praktik manipulasi data dan penyalahgunaan anggaran.
“Ini jelas-jelas janggal. Uang yang harusnya diterima 64 orang malah dibagi ke 88 orang tanpa dasar hukum yang jelas. Artinya, ada 24 penerima tambahan yang tidak terdaftar di SK dan SPJ awal. Jika ini terjadi, berarti ada indikasi kuat dana bantuan dipangkas dan diselewengkan!” ungkap salah satu tokoh masyarakat berinisial YT.
Kasus ini pertama kali dilaporkan oleh masyarakat kepada Ormas Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kabupaten Ketapang, yang kemudian mengangkat isu ini ke media.
Namun, laporan tersebut sempat disanggah oleh oknum wartawan dari media OjeNews yang menyebutnya sebagai hoaks. Ormas LAKI menantang pihak desa untuk memberikan klarifikasi resmi secara transparan.
Kepala Desa Akui Ada Pengurangan Nominal BLT
Kepala Desa Kuala Tolak yang dikonfirmasi terkait kasus ini mengakui bahwa memang ada penambahan jumlah penerima.
Ia menyebut bahwa berdasarkan SK awal, masing-masing dari 64 penerima seharusnya mendapatkan Rp. 900.000 untuk periode Januari – Maret 2025.
Namun, akibat penambahan 24 orang penerima baru, nominal bantuan yang diterima setiap orang berkurang menjadi Rp. 654.500.
Jika ditelusuri lebih dalam, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Kuala Tolak, alokasi dana BLT tercatat sebesar Rp. 230.400.000.
Dengan jumlah penerima yang berubah tanpa landasan hukum yang jelas, kuat dugaan bahwa ada permainan anggaran yang merugikan masyarakat.
Potensi Kerugian Negara Capai Puluhan Juta Rupiah
Dugaan korupsi semakin menguat jika melihat dampak dari perubahan ini. Jika penambahan penerima BLT tersebut fiktif atau tidak sah, maka potensi kerugian negara dapat mencapai Rp. 62.832.000 dalam satu tahun. Nominal yang tidak sedikit untuk sebuah desa yang seharusnya transparan dalam mengelola keuangan.
“Kalau memang ada musyawarah, mana buktinya? Kenapa tidak ada revisi SK? Kenapa anggaran bisa berubah begitu saja? Ini sangat aneh dan perlu diaudit lebih dalam,” tambah YT.
Masyarakat setempat mendesak pihak berwenang untuk segera turun tangan. Transparansi dalam pengelolaan Dana Desa harus ditegakkan agar bantuan tepat sasaran dan tidak menjadi ajang bancakan oknum tertentu.
Seruan Investigasi dan Audit Mendalam
Pihak berwenang, termasuk Kejaksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Aparat Penegak Hukum (APH), diharapkan segera melakukan investigasi atas dugaan penyelewengan ini.
Jika terbukti ada pelanggaran hukum, mereka yang terlibat harus bertanggung jawab dan diproses sesuai ketentuan yang berlaku.
Hingga berita ini diterbitkan, Tim Investigasi LAKI DPC Ketapang terus menghimpun bukti dan data tambahan terkait dugaan skandal BLT Desa Kuala Tolak.
Masyarakat menunggu tindakan tegas dari pihak berwenang untuk mengungkap kebenaran dan memastikan keadilan bagi penerima manfaat yang telah dirugikan.
Writter : Sukardi | Editor : Red
Komentar