Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Sidang Paripurna Keempat DPRD Kabupaten Fakfak yang seharusnya membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2024 ternyata berlangsung tanpa Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang sah.
Ini menimbulkan kontroversi besar di tengah masyarakat, yang menganggap sidang ini sebagai bentuk pembohongan publik.
Dalam jadwal acara sidang yang dilaksanakan pada Masa Sidang Ketiga DPRD Tahun 2024 tersebut, terdapat agenda penting, termasuk Rapat Fraksi-fraksi Dewan dan Penyampaian Pendapat Akhir Fraksi terhadap Raperda Perubahan APBD Kabupaten Fakfak.
Namun, fakta bahwa AKD belum terbentuk membuat seluruh proses ini dinilai melanggar hukum dan tata tertib DPRD.
Skandal Hukum: Sidang Tanpa AKD
Pembahasan APBD tanpa AKD sah jelas bertentangan dengan berbagai regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018. Menurut aturan tersebut, pembahasan APBD wajib dilakukan melalui Badan Anggaran (Banggar), bagian penting dari AKD.
Tanpa AKD yang terbentuk, seluruh keputusan sidang dapat dianggap tidak sah secara hukum.
Keputusan untuk melanjutkan sidang tanpa AKD ini dikecam oleh publik, terutama karena agenda sidang seolah-olah menggambarkan bahwa proses legislatif berjalan normal. Padahal, tanpa AKD, sidang ini telah melanggar prosedur yang diatur secara hukum.
Kegagalan DPRD Fakfak untuk membentuk AKD atau setidaknya membentuk Panitia Kerja (Panja) sebagai solusi sementara semakin memperburuk situasi.
Desakan untuk Gubernur Papua Barat
Masyarakat dan berbagai pihak kini mendesak Penjabat (Pj.) Gubernur Papua Barat untuk menolak seluruh hasil sidang perubahan APBD ini dan menggunakan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) sebagai langkah sementara.
Perkada dapat diterapkan sesuai dengan ketentuan Pasal 314 UU Nomor 23 Tahun 2014 jika proses pembahasan APBD tidak berjalan sesuai aturan.
Dengan adanya skandal ini, Pj. Gubernur diharapkan segera mengambil tindakan tegas untuk menjaga integritas proses penganggaran daerah serta menghindari risiko gugatan hukum yang dapat membatalkan seluruh keputusan sidang.
Jika dibiarkan, pelanggaran ini dapat mengganggu kelancaran program-program pembangunan di Fakfak dan merugikan masyarakat.
Pembohongan Publik dan Risiko Hukum
Langkah DPRD Fakfak yang tetap menjalankan sidang dengan agenda pembahasan Raperda APBD, termasuk Rapat Fraksi-fraksi Dewan dan Penyampaian Pendapat Akhir Fraksi terhadap Raperda, tanpa AKD yang sah telah memunculkan tudingan bahwa ada upaya pembohongan publik.
Masyarakat menilai bahwa agenda ini disusun untuk menutupi kekosongan struktur AKD dan meloloskan pembahasan anggaran tanpa dasar hukum yang jelas.
Dengan adanya pelanggaran ini, DPRD Fakfak berisiko menghadapi gugatan hukum dari berbagai pihak yang merasa dirugikan.
Selain itu, kepercayaan publik terhadap DPRD dan proses legislasi daerah terancam runtuh, menciptakan instabilitas politik dan ketidakpercayaan terhadap lembaga perwakilan rakyat.
Kesimpulan
Sidang perubahan APBD DPRD Fakfak tanpa AKD yang sah bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga telah merusak legitimasi proses pengambilan keputusan di tingkat daerah.
Tindakan tegas dari Pj. Gubernur Papua Barat sangat diperlukan untuk membatalkan hasil sidang dan menggunakan Perkada sebagai solusi sementara.
Jika tidak segera ditangani, skandal ini bisa berdampak buruk bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Fakfak.
Komentar