Tanimbar, Kabarsulsel-Indonesia.com | Sejumlah pedagang kaki lima di depan Pasar Larat, Kecamatan Tanimbar Utara, mempertanyakan keabsahan sertifikat tanah yang diklaim milik seorang pengusaha ternama berinisial RT alias Atyan. Para pedagang menilai ada kejanggalan dalam penerbitan sertifikat tersebut, yang diduga tidak sah.
Kejanggalan mencuat lantaran para pedagang telah menempati lahan itu sejak 2018, bahkan membangun tempat usaha dengan biaya sendiri. Namun, mereka baru mengetahui bahwa tanah tersebut telah bersertifikat atas nama RT sejak 2019.
Ironisnya, meski sertifikat sudah terbit, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Kepulauan Tanimbar tetap menagih uang sewa dari para pedagang hingga 2024.
“Kami heran, kalau tanah ini sudah bersertifikat atas nama RT sejak 2019, kenapa Pemda masih menarik sewa dari kami?” ujar seorang pedagang.
Persoalan semakin membingungkan ketika pada 2019, mantan Bupati Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlolon, diketahui menyerahkan tanah RT secara hibah kepada Masjid Al-Muhajirin Larat.
Bahkan, pada 19 April 2022, hibah itu berubah menjadi proses tukar guling, yang kembali dilakukan oleh mantan bupati kepada pihak masjid. Namun, tak ada penyerahan sertifikat dalam transaksi tersebut.
Para pedagang yang merasa dirugikan kemudian meminta DPRD KKT, khususnya Komisi C, untuk meninjau ulang proses tukar guling.
Hasilnya, DPRD menolak tukar guling tersebut dan mengusulkan agar Pemda memberikan dana hibah kepada Masjid Al-Muhajirin agar tanah RT dibeli untuk kepentingan rumah ibadah.
Namun, polemik ini tak kunjung usai. Pada 2024, Pemda kembali membahas persoalan tukar guling dan meminta para pedagang mengosongkan lahan sebelum 15 April 2025.
Pedagang pun merasa diperlakukan semena-mena, mengingat bangunan usaha yang mereka dirikan adalah satu-satunya sumber penghidupan mereka.
DPRD dan Pemda Diduga Tutup Mata
Ketidakjelasan kepemilikan tanah semakin mengemuka saat pertemuan antara DPRD Komisi B dan Pemda pada Februari 2025.
Baru dalam pertemuan itu Disperindagnaker dan seorang pengusaha bernama Robert Tambun, yang mewakili RT, mengungkap bahwa tanah tersebut sudah bersertifikat sejak 2019.
“Kenapa baru sekarang kami diberi tahu? Sejak awal pertemuan tahun 2022 hingga 2024, tak pernah ada informasi soal sertifikat ini. Kami sudah menyampaikan kejanggalan, tapi DPRD Komisi C tetap meyakini sertifikat itu sah,” ujar seorang pedagang dengan nada kesal.
Para pedagang kini meminta Bupati Kepulauan Tanimbar turun tangan untuk menindaklanjuti dugaan kejanggalan ini. Mereka juga mendesak kepolisian dan kejaksaan untuk menyelidiki dugaan pemalsuan sertifikat tanah tersebut.
“Kami hanya rakyat kecil yang mencari nafkah. Apakah kami harus terus ditindas oleh ketidakadilan?” keluh mereka.
Kini, bola panas ada di tangan Pemda dan aparat penegak hukum. Akankah kebenaran terungkap sebelum tenggat pengosongan lahan pada 15 April 2025?
Writter : Saly | Editor : Red
Komentar