Satgassus Polri Temukan Celah Penyelewengan pada Proyek Irigasi NTT: Harga Barang Tak Wajar dan Proyek Terancam Gagal

Daerah, NEWS, NTT211 views

NTT, Kabarsulsel-Indonesia.com | Satgassus Pencegahan Korupsi Polri mengungkap sejumlah persoalan serius dalam proyek-proyek irigasi yang didanai Dana Alokasi Khusus (DAK) di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Selama Monitoring dan Evaluasi (Monev) yang dilakukan pada 9–13 September 2024, ditemukan berbagai celah yang bisa berujung pada penyelewengan, mulai dari ketidaksesuaian harga barang hingga lemahnya pengawasan pemerintah daerah.

Dalam Monev ini, Satgassus Polri bekerja sama dengan Kementerian Pertanian melakukan inspeksi pada 12 titik proyek Irigasi Perpompaan (Irpom) dan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) di tiga kabupaten: Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat.

Proyek-proyek ini dirancang untuk memperkuat ketahanan pangan di daerah, namun berbagai masalah di lapangan menunjukkan adanya potensi penyimpangan yang mengancam keberhasilan proyek.

Harga Material Tak Sesuai, Poktan Terjebak dalam Dilema

Salah satu temuan utama adalah perbedaan mencolok antara harga barang yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten dan harga riil di lapangan.

Poktan dari Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat, mengeluhkan bahwa harga semen dan material lainnya jauh lebih mahal karena biaya angkut yang tidak diperhitungkan dalam anggaran kabupaten.

Hal ini membuat para petani terpaksa membayar lebih, yang memunculkan kekhawatiran akan penyelewengan anggaran proyek.

Satgassus Polri, melalui Kepala Tim Harun Al Rasyid, memberikan rekomendasi agar pemerintah daerah segera memperbaiki sistem patokan harga.

“Tidak bisa hanya ada satu patokan harga, harus ada beberapa opsi yang mempertimbangkan kondisi geografis kecamatan. Jika tidak, proyek ini akan selalu kekurangan dana dan bisa membuka peluang korupsi,” tegas Harun.

Ia juga mengingatkan para petani untuk mencatat dengan jujur semua pengeluaran dan menyimpan kwitansi guna mencegah tuduhan penyelewengan.

Lambatnya Pencairan Dana dan Lemahnya Pengawasan

Masalah lain yang terungkap adalah lambatnya pencairan dana proyek yang berpotensi menghambat pelaksanaan irigasi.

Poktan dari Kecamatan Boleng, Manggarai Barat, menyatakan kekhawatiran mereka terhadap proses pencairan dana yang tak menentu.

Kepala Bidang PSP setempat menjanjikan bahwa dana tahap berikutnya akan cair jika administrasi tahap sebelumnya beres, namun proses ini sering kali berbelit.

Harun Al Rasyid mengkritik lemahnya pengawasan pemerintah daerah. Ia menegaskan bahwa DAK adalah dana dari pusat yang dititipkan untuk kepentingan daerah, dan pengawasannya harus lebih ketat.

“Kita butuh peran aktif APIP Daerah dan Inspektorat untuk mencegah kebocoran anggaran ini. Jangan sampai uang dari pusat disalahgunakan oleh oknum di daerah,” ujar Harun dengan tegas.

Rekayasa Irigasi Tak Merata, Potensi Panen Terancam

Selain masalah anggaran, masalah teknis terkait irigasi juga menjadi perhatian serius.

Di Kecamatan Boleng, yang merupakan daerah penghasil padi terbesar kedua di Manggarai Barat, saluran irigasi belum merata meskipun sumber air tersedia.

Kondisi ini, menurut Diklosari, ketua kelompok tani setempat, mengancam produksi padi yang seharusnya bisa meningkat signifikan jika rekayasa irigasi dilakukan dengan baik.

Kementerian Pertanian, melalui Rahmanto, menawarkan solusi berupa pompanisasi dan pembangunan damparit, namun mengingatkan bahwa proyek-proyek ini harus dilakukan bertahap.

“Jangan sampai aspirasi petani terabaikan, namun juga jangan berharap semua selesai dalam satu tahun. Prioritasnya harus pada peningkatan produksi pangan secara berkelanjutan,” jelas Rahmanto.

Proyek Terancam Gagal Jika Pengawasan Tak Diperketat

Monev ini merupakan bagian dari perintah langsung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada Satgassus Pencegahan Korupsi Polri, untuk memastikan proyek-proyek pemerintah yang dibiayai DAK berjalan sesuai rencana dan bebas dari korupsi.

Namun temuan di lapangan menunjukkan bahwa tanpa perbaikan menyeluruh, mulai dari pengawasan hingga pencairan dana dan penentuan harga, proyek-proyek ini berisiko gagal mencapai tujuan utamanya, yakni meningkatkan ketahanan pangan di NTT.

Satgassus yang dipimpin Harun Al Rasyid bersama tim dari Kementerian Pertanian serta pejabat daerah, termasuk Sekda Manggarai Timur, Remigius Gonsa Tombor, dan Kepala Dinas Pertanian Manggarai Timur, John Sentis, terus melakukan inspeksi dan dialog dengan kelompok tani.

Semua pihak diminta untuk bekerja sama dan memastikan bahwa proyek irigasi ini tidak hanya berhasil di atas kertas, tetapi benar-benar memberikan dampak nyata bagi petani di lapangan.

Dengan temuan ini, Satgassus meminta pemerintah daerah untuk segera bertindak tegas dalam memperbaiki sistem pengelolaan anggaran, meningkatkan pengawasan, dan memastikan bahwa tidak ada celah bagi oknum untuk mengambil keuntungan pribadi dari dana yang seharusnya untuk kepentingan publik.

Jika tidak, proyek irigasi yang diharapkan menjadi solusi bagi ketahanan pangan justru bisa berujung pada kegagalan dan korupsi.

Komentar