Sambutan Hangat di Bawah Langit Gelap: Samaun Dahlan Diterima dengan Ritual Kopi Adat di Kampung Sekru Tuare

Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | 17 Oktober 2024 – Malam di Kampung Sekru Tuare terasa berbeda. Meski langit diselimuti kegelapan akibat listrik yang padam, antusiasme masyarakat seolah menjadi cahaya tersendiri.

Di sudut-sudut kampung, terdengar gema tifa Hadarat yang menggema bersama lantunan lagu-lagu bernuansa Islami. Udara malam yang biasanya sunyi kini dipenuhi suara riuh rendah, menyambut seorang tamu yang mereka nantikan—Samaun Dahlan.

Saat Samaun memasuki kampung, disambut dengan arak-arakan massa, tak ada yang bisa menahan semangat warga yang telah menunggu berjam-jam. Tanpa hiruk-pikuk lampu atau gemerlap spanduk, penyambutan ini terasa lebih dari sekadar sebuah seremoni politik.

Tabuhan tifa, langkah kaki yang berderap, dan senyum penuh harapan di wajah-wajah warga menjadikan malam itu sebuah perayaan kepercayaan, sebuah sambutan penuh makna yang lahir dari kedalaman hati masyarakat.

Di tengah arak-arakan, Samaun Dahlan melangkah mantap menuju tenda utama, Sabuah, tempat orasi politik dan ritual adat menanti. Di sinilah, di bawah tenda sederhana yang diterangi cahaya seadanya, sebuah prosesi penting digelar—minum kopi bersama.

Kopi, bagi masyarakat Fakfak, lebih dari sekadar minuman. Ia adalah simbol persatuan, tanda penghormatan, dan ikatan erat antara pemimpin dan rakyatnya.

Kampung Sekru Tuare malam itu menjadi saksi bahwa dukungan kepada pasangan Santun bukanlah sekadar urusan politik semata, melainkan sebuah perjalanan bersama menuju harapan baru. Kopi yang disajikan dan dinikmati bersama di Sabuah menjadi penanda kuatnya ikatan yang terjalin.

Di setiap tegukan, ada harapan yang mengalir—harapan bahwa Fakfak akan memiliki pemimpin yang memahami akar budaya dan tradisi, sekaligus membawa angin perubahan bagi masa depan.

Warga Sekru Tuare tak peduli dengan kegelapan yang menyelimuti kampung mereka. Mereka percaya, di balik gelapnya malam, ada cahaya yang sedang dituntun oleh visi besar Samaun Dahlan dan Donatus Nimbitkendik.

Arak-arakan yang semula hanya rangkaian langkah kaki di tengah gelap kini menjadi simbol kebersamaan, sebuah pernyataan tak terucap bahwa masyarakat siap berjuang bersama pemimpin yang mereka percayai.

Ritual minum kopi adat itu meneguhkan kepercayaan warga bahwa pasangan Santun bukanlah sekadar calon bupati-wakil bupati, tetapi pemimpin yang akan mengangkat martabat kampung-kampung kecil di Fakfak.

Samaun tak hanya hadir sebagai figur yang berorasi di panggung, melainkan sebagai bagian dari mereka, yang mengerti, mendengar, dan siap membawa perubahan nyata.

Malam itu, di bawah langit gelap Sekru Tuare, masyarakat membuktikan bahwa pilihan mereka sudah bulat. Pemilu Serentak 2024 bukan sekadar ajang memilih, tetapi kesempatan untuk meraih harapan baru.

Di tenda Sabuah, di antara cangkir-cangkir kopi, tercipta keyakinan bahwa Samaun Dahlan dan Donatus Nimbitkendik adalah pilihan yang akan membawa Fakfak keluar dari kegelapan menuju terang masa depan.

Saat malam beranjak, kampung tetap dalam kegelapan, namun di hati setiap warga yang hadir, ada cahaya harapan yang kian menyala—cahaya yang menyongsong perubahan, bersama Santun, menuju Fakfak yang lebih baik dan sejahtera.

Komentar