Papua Barat Daya, Kabarsulsel-Indonesia.com | Di balik keindahan memukau Kepulauan Raja Ampat yang terpampang di lembar uang Rp100 ribu, tersimpan ancaman sunyi yang semakin menggerogoti eksistensi alam dan kearifan lokal Papua.
Wilayah yang diakui dunia sebagai salah satu surga ekowisata terbaik ini kini perlahan-lahan dihantui eksplorasi tambang dan izin investasi yang mengatasnamakan pembangunan.
Kepulauan Raja Ampat — yang terdiri dari Pulau Waigeo, Misool, Salawati, dan Batanta — secara administratif berada di bawah Kabupaten Raja Ampat dan Kota Sorong.
Namun, secara moral, kepulauan ini adalah milik seluruh rakyat Indonesia yang ingin melihat bumi pertiwi tetap lestari.
Ironisnya, tempat yang digambarkan sebagai simbol keindahan Indonesia di mata dunia ini justru sedang berada di ambang kehancuran karena rakusnya para pemilik modal yang didukung oleh kebijakan negara.
Pertambangan nikel dan izin eksplorasi mulai masuk tanpa transparansi dan persetujuan penuh dari masyarakat adat.
Ini bukan hanya bentuk pengkhianatan terhadap lingkungan, tetapi juga bentuk penghinaan terhadap eksistensi masyarakat Papua.
Pemerintah pusat seolah tuli terhadap jeritan rakyat Papua. Ketika masyarakat bersuara, suara itu dibungkam. Ketika masyarakat berdialog, pintu tertutup rapat. Hingga akhirnya, mereka yang mencoba mempertahankan tanahnya dianggap musuh negara.
“Negara ini teriak anti-kapitalis, tapi kenyataannya lebih kapitalis dari negara manapun. Papua miskin bukan karena tak punya sumber daya, tapi karena kekayaan alamnya dikuras untuk kemewahan para elit di Jakarta,” ujar salah satu aktivis lingkungan di Sorong yang meminta identitasnya disamarkan.
Bahkan kelompok bersenjata seperti TPNPB-OPM mengklaim perjuangan mereka tak hanya soal kemerdekaan, tapi soal menjaga tanah adat dari invasi negara atas nama investasi.
Papua bukan anak tiri, tapi sudah dijadikan anak buangan. Kekayaan alam dikuras, rakyatnya dimiskinkan, lalu disalahkan ketika melawan. Apakah itu keadilan?
Kita tidak butuh lebih banyak gedung di Raja Ampat. Kita tidak butuh tambang di surga bawah laut. Kita butuh keberanian negara untuk mengatakan cukup — bahwa tidak semua tanah bisa dijual, tidak semua kekayaan bisa dikapitalisasi.
Kini saatnya rakyat Indonesia bersatu. Bukan untuk menguasai Papua, tapi untuk menyelamatkannya. Sebab jika Raja Ampat hancur, kita bukan hanya kehilangan destinasi wisata, kita kehilangan nurani sebagai bangsa.
#SaveRajaAmpat
#PapuaBukanTanahDagangan
#JanganKerukTanahSurga
Komentar