Malra, Kabarsulsel-Indonesia.com | Tokoh Pemuda Maluku Tenggara, Agustinus Rahakbauw, dengan lantang menyerukan agar Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku segera mengevaluasi kinerja Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasipidsus) dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Maluku Tenggara.
Seruan ini dilontarkan usai penahanan sepihak terhadap Bendahara Proyek Pembangunan Masjid Nurul Jannah di Ohoi Nerong, Kecamatan Kei Besar Selatan.
Menurut Rahakbauw, proses penetapan tersangka terhadap Mela Fitri Barayanan sarat dengan kejanggalan dan diduga kuat mengandung unsur ketidakadilan serta tindakan yang tidak prosedural.
Ia menilai, penahanan terhadap Fitri justru menutupi dugaan keterlibatan pihak-pihak lain yang seharusnya juga dimintai pertanggungjawaban hukum.
“Ada indikasi Kasipidsus dan Kajari Malra ‘masuk angin’. Saya mendesak Kejati Maluku segera lakukan penyelidikan internal! Jangan sampai penegakan hukum malah jadi alat pembungkam dan jebakan politik,” tegas Rahakbauw.
Dana Ratusan Juta, Bukti Lengkap, Tapi Hanya Bendahara Ditahan?
Rahakbauw membeberkan bahwa dari total dana pembangunan masjid yang mencapai hampir Rp 800 juta, jaksa hanya menyita sekitar Rp 150 juta.
Padahal, kwitansi pembayaran tukang sebesar Rp 200 juta lebih, nota belanja mencapai Rp 300 juta lebih, dan sejumlah bukti transaksi lainnya telah diserahkan oleh tersangka.
“Kalau dihitung secara keseluruhan, hampir Rp 800 juta telah dibelanjakan secara terbuka dan bukti diserahkan. Lalu kenapa hanya bendahara yang ditahan? Ini logika hukum yang cacat!” tandasnya.
Ia juga menyinggung bahwa Fitri Barayanan selaku bendahara hanya menjalankan perintah dari Ketua Panitia Pembangunan Masjid. Bahkan sebelum diperiksa, Fitri sempat meminta agar jaksa turut memeriksa suaminya, namun permintaan itu tidak pernah ditindaklanjuti.
“Ini bentuk pelanggaran hak tersangka. Jaksa bahkan tidak pernah memeriksa Ketua Panitia atau Kepala Tukang yang secara langsung menikmati atau mengatur penggunaan dana proyek,” bebernya.
Rahakbauw juga ungkapkan jaksa memang periksa ketua panitia m kepala tukang, hanya saja data atau informasi yang di sampaikan ke penyidik itu tidak benar alias bohong karena faktanya kepala tukang telah mengambil uang senilai Rp 200 juta sekian untuk membayar upah kerja hal ini di buktikan dengan kwitansi,
Selain itu lanjut Rahakbauw pula jika setiap uang keluar untuk pembelajaan metrial dll itu karna atas dasar perintah ketua panitia, tapi kok kenapa semua beban di berikan kepada Baranyanan, untuk itu penyidik kejaksaan Negeri Malra harus mengusut tuntas kasus ini dengan baik karena sejumlah bukti yang dimiliki bendahara sangat berpotensi untuk menyeret pihak lain yang terlibat dalam masalah ini. Ungkap Rahakbauw.
Rahakbauw Curigai Ada Motif Politis dan Dendam Pribadi
Lebih jauh, Rahakbauw menuding bahwa proses hukum terhadap Fitri bisa jadi merupakan bagian dari skenario jebakan yang sarat kepentingan.
“Ada indikasi motif tidak suka. Karena itu kami minta perhitungan kerugian negara dilakukan ulang oleh lembaga auditor independen, bukan Inspektorat yang bisa saja berpihak,” tegasnya.
Ia menilai Ketua Panitia Pembangunan dan Kepala Tukang telah memberi keterangan palsu dan harus ikut bertanggung jawab secara hukum.
“Kalau Kejari tidak berani sentuh mereka, maka dugaan intervensi dan ketidaknetralan jaksa makin kuat. Masyarakat Nerong sudah mencium aroma busuk dari penanganan kasus ini!” seru Rahakbauw.
Desak Kejati Tangani Serius Laporan Kasus Korupsi Lainnya
Dalam pernyataan terpisah, Rahakbauw juga mendesak Kejati Maluku agar segera menindaklanjuti berbagai laporan dugaan korupsi yang telah lama dilayangkan oleh masyarakat Maluku Tenggara, namun hingga kini tidak digubris.
“Kami curiga ada dokumen aduan masyarakat yang hanya jadi hiasan lemari. Ini bukan zaman Orba. Jaksa harus bertindak, bukan tidur!” sindirnya tajam.
Jaksa Diingatkan Soal Perpres Perlindungan Negara: Jangan Salahgunakan!
Menutup pernyataannya, Rahakbauw mengingatkan bahwa meski Presiden Prabowo telah meneken Perpres No. 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa, bukan berarti jaksa kebal kritik dan bisa semena-mena dalam menjalankan tugas.
“Perlindungan negara jangan dijadikan tameng untuk menindas rakyat kecil. Hukum harus adil dan transparan, bukan tebang pilih!” pungkasnya.









Komentar