PT RSP Milik Jeff Winata Dihujat: Kampung Gelap, Hak Rakyat Diinjak!

Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Aroma ketidakadilan dan eksploitasi tanpa batas akhirnya memuncak di Kampung Thesa, Distrik Bomberay.

Dalam kunjungan resmi Bupati Fakfak Samaun Dahlan, S.Sos., M.AP ke Jeti Pelabuhan pengangkut CPO milik PT. Rimbun Sawit Papua (RSP), Harim Sasim, tokoh adat sekaligus Baperkam Kampung Thesa, meledak di hadapan tiga perwakilan perusahaan sawit tersebut, senin (19/05).

Dengan suara bergetar karena amarah, Harim menghardik para perwakilan perusahaan yang ikut dalam rombongan.

“Berapa tahun kami hidup dalam kegelapan? Tidak ada listrik, tidak ada kepedulian. Tapi tiap bulan kalian angkut sawit tanpa henti! Mana tanggung jawab sosial kalian?” tegas Harim, yang juga menjabat Wakil Ketua II Koperasi Masyarakat (Kopermas).

Yang lebih mencengangkan, menurut Harim, PT. RSP selama ini tidak pernah terbuka soal hak-hak ekonomi masyarakat adat, meskipun koperasi sudah dibentuk sebagai mitra perusahaan.

“Saya ini pengurus Kopermas, tapi hak kami disembunyikan. Tidak ada transparansi, tidak ada laporan. Kalian pikir masyarakat adat ini bisa dibodohi terus?” serunya lantang.

Jeff Winata dan Salim Group di Balik RSP

PT. Rimbun Sawit Papua bukan perusahaan kecil. Di balik nama korporasi ini berdiri sosok Jeff Winata, yang dikenal sebagai salah satu pengusaha sawit ternama di Papua. PT. RSP sendiri beroperasi di bawah bayang-bayang raksasa konglomerasi Salim Group, yang telah lama menguasai berbagai sektor agribisnis di Indonesia.

Namun, di balik citra besar dan gedung-gedung megah, RSP membiarkan warga Kampung Thesa hidup dalam kegelapan. Tidak ada program CSR yang berjalan, tidak ada listrik, tidak ada air bersih, bahkan akses informasi hak masyarakat dikunci rapat. Ini adalah potret eksploitasi gaya baru: korporasi kaya raya, rakyat tetap sengsara.

Pelanggaran UU Perkebunan dan Potensi Sanksi

Tindakan PT. RSP ini bukan hanya tidak etis, tapi juga melanggar hukum secara terang-terangan.

Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan mewajibkan setiap perusahaan untuk:

  • Menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 68);
  • Memberi manfaat nyata kepada masyarakat sekitar kebun;
  • Bekerja sama dengan koperasi atau kelompok tani secara terbuka dan adil.

Jika tidak dilaksanakan, izin usaha dapat dicabut sebagaimana diatur dalam Pasal 80 dan Pasal 82 UU tersebut. Selain itu, Peraturan Menteri Pertanian No. 98/2013 juga mewajibkan keterbukaan dan transparansi dalam kemitraan dengan masyarakat.

Artinya, keluhan Harim bukan hanya keluhan moral, melainkan indikasi kuat pelanggaran hukum yang dapat dijerat sanksi administratif dan hukum.

Rakyat Siap Melawan!

Saat ini, gelombang kemarahan masyarakat Kampung Thesa tengah menguat. Jika tidak ada perubahan segera dari pihak RSP, besar kemungkinan masyarakat akan menempuh:

  • Class action atau gugatan hukum kolektif;
  • Pemblokiran pelabuhan CPO RSP sebagai bentuk protes sipil;
  • Pelaporan resmi ke Komnas HAM, KLHK, dan Ombudsman RI.

Salim Group dan Jeff Winata mesti sadar: masyarakat Papua, khususnya di Fakfak, bukan objek eksploitasi. Mereka memiliki martabat, hak hukum, dan kekuatan kolektif. Jika RSP terus membungkam suara rakyat, maka perlawanan bisa meluas dan melibatkan jaringan solidaritas nasional.

“Kampung Thesa bukan milik perusahaan. Ini tanah adat, dan kami akan rebut kembali hak kami, jika negara dan perusahaan terus bersekongkol membiarkan rakyat menderita!” tutup Harim dengan penuh tekad.

Komentar