Ketapang, Kabarsulsel-Indonesia.com | Fenomena proyek pembangunan tanpa papan nama kembali mencuat di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Kali ini, pekerjaan pengaspalan di jalan menuju Tempat Hiburan Rakyat (THR) menjadi sorotan tajam.
Proyek yang berlangsung pada Desember 2024 ini, diduga dibiayai melalui anggaran APBD-P, namun tidak menyertakan papan nama proyek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Ketidakhadiran papan plang ini tidak hanya melanggar amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008, tetapi juga bertentangan dengan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Nomor 70 Tahun 2012 yang mewajibkan setiap proyek fisik yang dibiayai negara untuk memasang papan informasi. Papan tersebut harus memuat jenis kegiatan, lokasi proyek, nomor kontrak, nilai kontrak, serta durasi pelaksanaan.
Saat dihubungi, pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Ketapang tidak memberikan tanggapan, sementara spekulasi masyarakat mengarah pada proyek yang terindikasi melibatkan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (Perkim LH). Ironisnya, lemahnya pengawasan dan penegakan aturan ini terus menjadi masalah klasik di berbagai daerah.
“Ini sudah jadi rahasia umum. Tidak ada papan nama di proyek itu artinya ada sesuatu yang disembunyikan. Kalau transparan, kenapa takut memasang informasi proyek?” ungkap salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Proyek tanpa plang ditemukan di sejumlah titik, termasuk di Kelurahan Benua Kayong, tepatnya di depan Pasar Senggol. Kondisi ini semakin memperburuk citra pemerintah daerah di akhir masa jabatan Bupati Martin Rantan dan Wakil Bupati Parhan Ali.
Masyarakat mempertanyakan urgensi proyek yang dikerjakan secara diam-diam ini, apalagi terjadi di penghujung tahun, yang kerap menjadi momentum penyelesaian proyek-proyek bermasalah.
Ketiadaan sanksi tegas terhadap kontraktor yang tidak mematuhi aturan papan nama proyek juga menjadi perhatian serius. Hal ini memunculkan dugaan bahwa laporan yang hanya sampai di meja pejabat terkait sudah cukup untuk “melegalkan” pelanggaran ini.
Masyarakat mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk serius menangani permasalahan ini. Transparansi anggaran dan pelaksanaan proyek harus menjadi prioritas, demi mencegah indikasi korupsi yang semakin mengakar.
“Pelanggaran seperti ini tidak boleh dibiarkan, apalagi melibatkan uang rakyat. Harus ada tindakan tegas,” tegas warga lainnya.
Kasus proyek tanpa plang ini menjadi pengingat bahwa transparansi bukan sekadar formalitas, tetapi kewajiban moral dan hukum yang harus dijunjung tinggi oleh seluruh pihak yang terlibat.
Komentar