Saumlaki, Kabarsulsel-Indonesia.com | Penetapan La Kamaludin alias Latoi sebagai tersangka kasus dugaan kepemilikan BBM subsidi jenis solar oleh Satpolairud Polres Kepulauan Tanimbar terancam digugat balik.
Kuasa hukumnya, Dr. Hardodi, SH., MH., CLA, menegaskan akan menempuh jalur praperadilan demi membongkar dugaan pelanggaran prosedur dalam penanganan perkara ini.
Kepada Kabarsulsel-Indonesia.com, Hardodi mengaku baru mengetahui status tersangka kliennya melalui pemberitaan media pada Kamis sore (7/8/2025).
“Sebagai warga negara yang baik, kami menghormati proses hukum. Tapi jika prosedur dilanggar, praperadilan adalah hak yang akan kami gunakan,” ujarnya, Jumat malam (8/8/2025).
Hardodi membeberkan serangkaian kejanggalan yang menurutnya mencederai asas due process of law.
Pertama, penolakan penyidik terhadap pemeriksaan saksi yang meringankan. Kedua, penahanan Latoi tanpa pemberitahuan resmi kepada keluarga.
“Ironisnya, informasi penahanan baru disampaikan setelah klien kami dibawa,” tegasnya.
Yang paling ia soroti adalah larangan pendampingan hukum sejak tahap penyidikan.
“Dalam perkara dengan ancaman pidana di atas lima tahun, pendampingan kuasa hukum itu wajib. Kenapa hak ini justru diabaikan?” tanya Hardodi.
Menurut kronologi yang ia pegang, Latoi tidak pernah memiliki BBM ilegal seperti yang dituduhkan. Ia hanya meminjamkan uang kepada Ayudin, pihak yang membeli solar di SPBUN milik Lukas Uwuratu.
Karena pembeli tak punya rekomendasi sebagai nelayan, transaksi dilakukan dengan harga industri, bukan harga subsidi—dibuktikan lewat kuitansi pembelian.
“Klien kami hanya mengantar uang. Saat itu ada anggota Polair dan aparat lain di lokasi. Kalau memang itu pelanggaran, kenapa tidak langsung ditangkap di tempat? Mengapa harus di rumah, beberapa waktu kemudian?” sindirnya.
Hardodi juga mempersoalkan fakta bahwa pembeli sebenarnya kini telah kabur dan ditetapkan sebagai DPO.
“Pertanyaannya, kenapa pembeli yang nyata-nyata tak punya izin tak langsung ditahan saat tawar-menawar di SPBUN? Kenapa justru klien kami yang dikunci lebih dulu?”
Ia mendesak Kapolres Kepulauan Tanimbar memanggil Kasat Polairud beserta seluruh anggota yang terlibat dalam negosiasi pembelian BBM tersebut.
“Kami ingin semua pihak yang ada di TKP diperiksa, termasuk pihak SPBUN,” katanya.
Meski bersuara keras, Hardodi menutup pernyataannya dengan nada tenang.
“Negara ini negara hukum. Banyak jalan yang bisa ditempuh. Dan kami siap menempuh semuanya.”
Komentar