Praktisi Hukum Fredi Moses Ulemlem, S.H., M.H.: “Di Mana Letak Kesalahan Kompol Cosmas?”

Uncategorized292 views

Tiakur,Kabarsulsel-lndonesia.com. Maluku barat daya Tiakur– Com, KhabarSulsel-Indonesia Praktisi hukum Fredi Moses Ulemlem, S.H., M.H. kembali menyoroti kasus yang menimpa Kompol Cosmas, perwira Polri yang dijatuhi vonis Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Menurut Ulemlem, banyak pertanyaan mendasar yang belum terjawab terkait dasar pertimbangan keputusan tersebut.

“Kesalahan Kompol Cosmas ini apa sebenarnya? Apakah ada niat dari Kompol Cosmas dan rekan-rekannya untuk melakukan perbuatan yang dituduhkan? Di mana mens rea atau ‘pikiran bersalah’ yang dapat dijadikan dasar pertanggungjawaban pidana?” tegas Ulemlem dalam keterangannya kepada media.

Ia menekankan pentingnya membedakan unsur kesengajaan (dolus) dan unsur kealpaan (culpa) dalam suatu tindak pidana.

Kompol Cosmas dan rekan-rekannya tidak berada dalam posisi dolus, yaitu melakukan kesengajaan atau niat melawan hukum. Mereka juga tidak dalam posisi culpa, yaitu melakukan kelalaian yang menyebabkan akibat hukum. Maka, apa dasar menjatuhkan PTDH?” lanjutnya.

Aspek Hukum yang Terabaikan

Lebih jauh, Ulemlem mempertanyakan perintah tugas yang dijalankan oleh Kompol Cosmas dan jajarannya. Menurutnya, Pasal 50 KUHP jelas mengatur bahwa perbuatan yang dilakukan berdasarkan kewenangan atau perintah undang-undang tidak dapat dipidana.

“Apakah hakim benar-benar mempertimbangkan hal ini? Bagaimana mungkin Kompol Cosmas divonis PTDH sementara rekan-rekannya tidak?” ujarnya heran.

Ia juga menyinggung asas overmacht (force majeure) dalam hukum pidana, yakni suatu keadaan kahar di luar kemampuan seseorang yang seharusnya membebaskan pelaku dari pidana.

“Overmacht adalah faktor yang sering luput dipertimbangkan. Dalam hukum pidana, ini jelas bisa membebaskan seseorang dari pertanggungjawaban pidana,” jelas Ulemlem.

Keadilan yang Tidak Konsisten

Lebih lanjut, Ulemlem mempertanyakan konsistensi Polri dalam menerapkan sanksi kode etik.

“Jika Kompol Cosmas dianggap melanggar kode etik profesi karena memalukan dan menurunkan citra Polri, bagian mana yang membuktikan hal itu? Lalu bagaimana dengan anggota Polri yang menggunakan narkoba, bukankah itu juga mencoreng institusi?” tegasnya.

Perkap Nomor 1 Tahun 2009

Ulemlem juga menyinggung Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, yang mengatur enam tahapan penggunaan kekuatan, mulai dari:

1. Kekuatan deterrent (pencegahan awal tanpa sentuhan fisik).

2. Perintah lisan (himbauan atau perintah verbal).

3. Kendali tangan kosong lunak (teknik dasar pengendalian tubuh tanpa kekerasan).

4. Kendali tangan kosong keras.

5. Kendali dengan senjata tumpul atau kimia (seperti tongkat polisi atau gas air mata).

6. Kendali dengan senjata api (opsi terakhir untuk menghentikan tindakan berbahaya).

Menurut Perkap ini, anggota Polri yang menggunakan kekerasan sesuai prosedur—baik berakibat mematikan maupun tidak—tetap berhak mendapatkan bantuan hukum

Kritik Keras untuk Pimpinan Polri Ulemlem menutup pernyataannya dengan nada kritis.

Saya kira keadilan ini sudah mati. Institusi kepolisian semakin aneh jika pencitraan pimpinan justru menari di atas air mata dan darah anggotanya sendiri yang menjadi korban,” pungkasnya. Twitter : KAREL (Moa)

Komentar