Pj. Bupati Tanimbar Diduga Bermain di Balik Layar, Pemindahan 40 Kotak Suara Cederai Demokrasi

Saumlaki, Kabarsulsel-Indonesia.com |  Demokrasi di Kepulauan Tanimbar berada di ujung tanduk. Penjabat Bupati Kepulauan Tanimbar, Dr. Alwiyah Fadlun Alaydrus, SH., MH, diduga terang-terangan melanggar etika dan hukum dengan mengintervensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pemindahan 40 kotak suara dari Selaru ke Saumlaki. Langkah ini tidak hanya mencoreng kredibilitas pemilu, tetapi juga memantik kemarahan publik.

Tindakan kontroversial ini dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2024. Banyak pihak menilai, langkah tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang mengancam netralitas pemilu.

“Pj. Bupati tidak hanya melangkahi batas kewenangannya, tetapi juga bermain sebagai aktor utama dalam merusak integritas demokrasi di Tanimbar,” ujar Henrikus Serin, SH, Calon Wakil Bupati dari pasangan BARSI BRO.

Serin menegaskan, pemindahan kotak suara ini dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas.

“Alasan kekhawatiran konflik hanyalah dalih. Fakta di lapangan menunjukkan adanya pembiaran oleh pemerintah daerah terhadap keamanan di titik-titik strategis seperti Perempatan Lauran dan Ilngei. Bahkan, aparat Satpol PP dan Linmas tidak dilibatkan secara memadai untuk menjaga kelancaran pemilu,” katanya.

Kekacauan ini memuncak ketika pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 2, Melkianus Sairdekut dan Kelvin Keliduan, memutuskan membawa kasus ini ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka menuntut keadilan atas tindakan yang dianggap mencederai prinsip pemilu yang jujur dan adil.

Bagi publik, alasan yang disampaikan Pj. Bupati terkait potensi konflik terlihat sebagai upaya manipulasi untuk kepentingan tertentu.

“Ini bukan sekadar keputusan logistik. Ini adalah intervensi kasar yang mencerminkan ambisi politik praktis seorang penjabat yang seharusnya netral,” tambah Serin.

Sementara itu, masyarakat mulai mempertanyakan keberanian KPU dalam mempertahankan integritasnya. Apakah lembaga tersebut mampu menjaga independensinya, atau justru takluk di bawah tekanan kekuasaan?

“Jika keputusan seperti ini diambil berdasarkan tekanan pihak tertentu, maka KPU telah mengkhianati amanat rakyat,” tegas Serin dengan nada geram.

Sidang Mahkamah Konstitusi yang dijadwalkan besok menjadi ujian besar bagi demokrasi di Kepulauan Tanimbar. Semua mata kini tertuju pada KPU dan Pj. Bupati. Publik ingin tahu, apakah Pj. Bupati berani hadir sebagai saksi untuk mempertanggungjawabkan tindakannya.

“Jika Mahkamah Konstitusi tidak bertindak tegas, maka kita sedang membuka pintu lebar-lebar bagi kehancuran demokrasi. Tindakan ini bukan sekadar pelanggaran aturan, tetapi sebuah tamparan keras bagi seluruh rakyat Tanimbar yang berharap pada pemilu yang bersih dan jujur,” tutup Serin dengan nada penuh kekecewaan.

Di tengah sorotan ini, publik menanti keputusan MK yang diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan terhadap proses pemilu.

Namun, satu hal yang pasti: demokrasi tidak akan bertahan jika terus-menerus dirongrong oleh tangan-tangan yang haus kekuasaan.

Komentar