Perpaduan Budaya Jawa dan Maluku-Papua Sambut Kedatangan Samaun Dahlan di Distrik Tomage

Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com |  Matahari masih tampak perkasa, cahayanya terasa kuat menyengat dari langit Tomage, membawa angin segar yang seolah ikut merayakan kedatangan seorang sosok pemimpin yang dinanti-nanti.

Samaun Dahlan, calon Bupati Fakfak nomor urut 02, tiba di distrik ini bukan hanya untuk kampanye politik, melainkan untuk menyatu dengan masyarakat dalam kohesi budaya yang penuh makna.

Sambutan yang tak biasa, perpaduan tarian tradisional dari Jawa dan Papua, menyambutnya dengan hangat dan menggugah.

Dari kejauhan, suara gamelan terdengar menggema, tanda dimulainya tarian kuda lumping, tarian khas Jawa yang jarang terlihat di tanah Papua.

Penari-penari kuda lumping dengan gerakan tegas dan penuh semangat, menari sambil menghayati peran mereka sebagai prajurit yang gagah berani, seolah-olah menunggang kuda imajiner. Diiringi tabuhan kendang yang menggugah, Samaun diarak menuju tenda sabuah, tempat acara penyambutan digelar.

Namun, kejutan terbesar menanti di dalam tenda. Di sana, Samaun disuguhkan tarian sawat, sebuah tarian sakral yang merupakan perpaduan antara budaya Maluku dan Papua, dua wilayah yang telah lama hidup berdampingan di Fakfak.

Tarian sawat menggambarkan harmoni antara dua kebudayaan besar, dengan penari-penari yang bergerak anggun sambil melambaikan tangan, menciptakan alunan indah yang melambangkan persatuan dan kebersamaan.

Tidak hanya menjadi penonton, Samaun Dahlan justru menunjukkan sesuatu yang lebih dari sekadar partisipasi pasif. Dalam momen yang menggetarkan hati banyak orang, Samaun bergabung menari sawat bersama Saleh Siknun, Ketua Tim Pemenangan Santun (Samaun-Donatus).

Gerakan tangan Samaun dalam tarian itu tidak hanya menghibur, tetapi menjadi simbol kuat akan keterbukaan dan komitmennya untuk terlibat langsung dengan masyarakat.

Di bawah tenda sabuah yang sejuk, tarian sawat berubah menjadi pertunjukan harmoni yang mencerminkan Fakfak—daerah di mana berbagai suku, budaya, dan agama bisa hidup bersama dalam kedamaian.

Ketika Samaun dan Saleh menari bersama, suasana terasa syahdu. Tidak ada jarak antara pemimpin dan rakyat. Hanya ada gerakan selaras yang melambangkan semangat gotong royong dan persatuan, sebuah prinsip yang menjadi landasan kampanye pasangan Santun.

Samaun tampak tersenyum lebar setelah tarian selesai. Peluh di dahinya tampak jelas, tetapi senyum itu menunjukkan lebih dari sekadar kepuasan. “Ini adalah Fakfak yang kita cintai,” ucapnya dengan suara tegas.

“Fakfak bukan hanya tentang politik, ini tentang menjaga persatuan dalam keberagaman. Kita harus merawat kebudayaan ini agar terus hidup dan diwariskan kepada generasi berikutnya.”

Masyarakat yang hadir tampak terharu. Melihat seorang calon pemimpin yang tidak hanya berdiri di atas podium, tetapi benar-benar turun ke tengah-tengah mereka, ikut menari dan merasakan setiap denyut budaya yang mereka banggakan.

Kehadiran Samaun Dahlan di Tomage hari itu membawa angin segar bagi kampanyenya, tetapi lebih dari itu, ia berhasil menyentuh hati masyarakat dengan cara yang dalam.

Tarian kuda lumping dan sawat yang ditampilkan hari itu bukan hanya sekadar sambutan kampanye. Perpaduan budaya ini menjadi simbol Fakfak yang sesungguhnya—tempat di mana semua orang bisa hidup berdampingan tanpa menghilangkan identitasnya.

Samaun Dahlan tidak hanya berjanji untuk menjaga persatuan itu, tetapi memperlihatkan bahwa ia benar-benar memahami dan merasakan pentingnya keberagaman budaya dalam membangun Fakfak yang lebih baik.

Dengan dukungan budaya dan masyarakat yang kuat, Samaun Dahlan meninggalkan Tomage dengan kesan mendalam. Kunjungannya tidak hanya menjadi bagian dari agenda politik, tetapi juga sebuah perayaan persatuan yang melampaui batas-batas politik itu sendiri.

Perpaduan kuda lumping dan tarian sawat hari itu adalah bukti bahwa di bawah kepemimpinan yang tepat, Fakfak bisa menjadi simbol kebersamaan yang sejati di tengah keragaman.

Komentar