Penulis : Maryam Jalilu Matdoan, S.AP
Opini, Kabarsulsel-Indonesia.com; Penyelenggara pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilu baik itu lembaga KPU, BAWASLU dan DKPP sebagai suatu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu untuk memilih menjadi sarana prasarana penyelengaraan pemilu.
Pemilu lahir sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk dapat memilih dan dipilih oleh warga negara Indonesia yang sudah memenuhi syarat-syarat keikutsertaan dalam pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pemilu lahir menjadi sarana kedaulatan rakyat yang sama-sama kita pahami rumusan kedaulatan ialah hak ekslusif untuk mengontrol wilayah pemerintahannya dan rakyatnya, mengontrol kedaulautan baik kedalam maupun keluar, maka di dalam mengimplementasikan rumusan ini perempuan juga memiliki andil atau peran dalam pengontrolan, pengolaan dan mendapatkah kekuasan hak ekslusif dan hak kolektif dalam mengapresiasiakan atau menyuarakan kebebasan perempuan dalam penindasan, kekerasan, eksploitasi perempuan dan kekebebasan perempuan untuk keikutsertaan menjadi penyelenggara pemilu.
Pentingya elektabilitas keterwakilan perempuan di penyelenggara pemilu ini menjadi suatu hal yang harus di afirmasi di era milenial sekarang, dimana kesetaraan gender dan kesetaraan relasi yang harus di terapkan bukan hanya melibatkan satu kelompok/gender saja tapi sudah mengharuskan bias gender dan apalagi ada keberpihakan hukum yang lebih dari satu untuk menjadi alasan penting keterlibatan perempuan di penyelenggaraan pemilu Indonesia.
Realita yang di temukan di lapangan ternyata keterwakilan perempuan di Lembaga penyelenggara pemilu masih rendah, dimana masih di bawah 30% (tiga puluh persen). Fakta tersebut tidak sejalan dengan amanat UU No. 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu. UU tersebut mengatur keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu diatur dalam pasal sebagai berikut: Pasal 6 ayat 5: Komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen)”. Pasal 73 ayat 8: ”Komposisi keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen)”.
Keterwakilan perempuan sebagai penyelenggara pemilu, berbanding terbalik dengan jumlah pemilih perempuan. Sesuai rilis situs resmi KPU, minggu (2/7/2023) yang mana hasil terkait Data Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 ditemukan jumlah pemilih perempuan dalam negeri sebanyak (101.589.505 Pemilih), dan jumlah pemilih perempuan di luar negeri sebanyak (999.214 Pemilih), sementara jumlah Pemilih laki-laki dalam negeri sebanyak (101.467.243 Pemilih), dan Pemilih laki-laki di luar negeri sebanyak (751.260 Pemilih) sehingga total jumlah pemilih perempuan 102.588.719 pemilih dan pemilih laki-laki 102.218.503 pemilih.
Dari data tersebut sudah bisa dilihat bahwa jumlah pemilih perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pemilih laki – laki, oleh karena itu seharusnya menjadi suatu keharusan dan kesadaran penuh kita semua agar perempuan juga dapat memiliki hak yang sama dalam memperjuangkan hak kolektifnya sebagaimana mestinya.
Keterwakilan perempuan secara jelas diatur dalam undang-undang penyelenggara pemilu sebelum maupun setelah direvisi. Jumlah keterwakilan perempuan yang terlibat dalam keanggotaan KPU dan Bawaslu dibawah 30% masih belum koheren dengan penjelasan UUD 1945 Pasal 28D Ayat (3) yang menyebutkan “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.
Rumusan UUD tersebut menjadi suatu hal yang harus direalisasikan dalam era demokrasi saat ini. Karna jika ada keterwakilan perempuan di penyelenggara pemilu baik di Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawasan Pemilu (BAWASLU), maka dapat membantu atau merealisasi hak pemilih perempuan secara inklusif, komprehensif, responsif dan demokrasi, dalam menghadapi kendala- kedala, masalah-masalah dan kebutuhan pemilih perempuan di pemilu nanti.
Pemilih perempuan akan lebih terbuka dan leluasa jika mengutarakanya pada penyelenggara pemilu perempuan, akses yang setara untuk melakukan partisipasi politik, mendapatkan keadilan kesetaraan gender, dan memberikan motivasi peluang yang setara bagi perempuan untuk mengikuti proses politik dengan pespektif perempuan.
Negara Kita adalah negara yang bertatanan dengan prinsip- prinsip Demokrasi serta berpedoman kepada Pancasila sebagai ideologi dan sumber dasar pembentukan Undang-Undang Dasar 1945, dimana setiap warga negara berhak memperjuangkan Hak Asasinya masing-masing dan perumusan pengalaman Pancasila sila ke 2 yaitu mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia, maka sangat perlu mendorong keterwakilan perempuan untuk mendapatkan posisi-posisi strategis, baik sebagai pimpinan komisioner penyelenggara pemilu di KPU dan BAWASLU.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, sangat penting elektabilitas Perempuan di Lembaga penyelenggara pemilu untuk menerapkan affirmative action bagi Perempuan di setiap tahapan struktur dunia kerja dan relasi, maka sudah menjadi suatu keharusan Perempuan memiliki hak yang sama dengan kaum pria dalam mengapresiasikan keterwakilan perempuan di Lembaga penyelenggara, politik, parlemen, jabatan strategis, dan lainya.
Kaum perempuan menjadi satu kelompok tersendiri yang sering distigmakan tidak berdaya menghadapi kerasnya dunia kerja, terkhusus menjadi penyelenggara pemilu namun dengan perkembangan jaman di era modernisasi ini, wanita modern hadir untuk menghapus stigma tersebut.
Dengan tuntutan gaya hidup yang serba canggih dimasa sekarang, peran perempuan dapat menyaingi peran laki-laki dalam persaingan mempertahankan dan meningkatkan status sosial, karena dalam kehidupan demokrasi yang modernisasi ini lebih berpatokan pada real action seseorang merealisasikan atau mengimplementasi kemampuan dalam memahami dunia kerja, kecerdasan sains, profesoinalisme, kreativitas untuk pengembang diri, dan mampu memberikan solusi dalam pengambilan keputusan yang efektif dan efisien untuk keberlangsungan organisasi dan dunia kerja.
Elektabilitas Perempuan juga mampu mendorong dan mengapresiasikan keterwakilan perempuan lain dalam segala aspek dunia kerja, Perempuan akan lebih koheren dan peka dalam mendorong kemajuan kehidupan perempuan dan anak. Demi menyuarakan hak-hak perempuan, melindungi perempuan lain dari eksploitasi dan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, dapat juga mendorong keikutsertaan perempuan dalam menyuarakan hak asasi manusia terkhusus perempuan yang sering dianggap kaum yang lemah dan dipandang sebelah mata.
Kiranya keterwakilan Perempuan di Lembaga penyelenggara pemilu harus di dorong dan diperhatikan secara khusus untuk mendapatkan hak yang sama dengan kaum pria. Karena demi untuk memajukan suatu bangsa maka kita perlu menghormati dan mendorong keterwakilan Perempuan di Negara yang kita cintai ini.
Komentar