Dobo, Kabarsulsel-Indonesia.com | Kepulauan Aru kembali diguncang temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengungkap kelebihan pembayaran honorarium pada lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Anggaran yang seharusnya dijaga ketat justru terindikasi menyimpang, dengan total Rp299.054.000 yang raib akibat pemberian honorarium yang tidak sesuai Standar Biaya Masukan (SBM) yang berlaku.
Dalam audit terbaru, BPK menemukan bahwa anggaran honorarium sebesar Rp9,5 miliar yang dialokasikan untuk berbagai kegiatan di lima OPD dilaporkan mencapai realisasi 82,96%. Namun, alokasi ini tidak sesuai ketentuan, menyalahi aturan yang seharusnya dipatuhi.
OPD yang terlibat, termasuk Bagian Hukum dan HAM, Protokol, Badan Kepegawaian, Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan, mencatatkan pembayaran honor yang berlebihan dan tidak sesuai tarif standar yang diatur dalam Perpres No. 33 Tahun 2020.
Kelebihan Pembayaran Terbesar: Rp193,8 Juta pada Badan Kepegawaian, Dugaan Penyimpangan Serius
Temuan paling mencolok terjadi di Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM dengan selisih pembayaran mencapai Rp193,8 juta.
Pembayaran honorarium di OPD ini dihitung menggunakan tarif per peserta, jauh dari ketentuan yang mensyaratkan pembayaran per orang per bulan. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar terkait tata kelola anggaran dan pengawasan internal yang minim.
OPD lainnya juga tidak luput dari dugaan penyimpangan. Bagian Hukum dan HAM mencatat kelebihan pembayaran Rp3,25 juta karena honorarium yang dibayarkan untuk kegiatan selama dua bulan, meski kegiatan berlangsung hanya satu bulan.
Bagian Protokol mencatatkan kelebihan Rp71,91 juta karena pembayaran honorarium tim pelaksana disetarakan dengan narasumber, melampaui ketentuan SBM.
Tuntutan Akuntabilitas dan Reformasi Anggaran: Pemda Diminta Tegas
Temuan ini menyoroti buruknya tata kelola dan lemahnya pengawasan anggaran di lingkup Pemda Kepulauan Aru.
Pemborosan anggaran honorarium tidak hanya menguras keuangan daerah, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat yang seharusnya menjadi prioritas.
Publik mendesak Pemda Kepulauan Aru untuk segera menindaklanjuti temuan ini dengan langkah tegas, termasuk menarik kelebihan pembayaran dan memastikan pengawasan yang lebih ketat ke depan.
Bendahara dan pejabat pengelola anggaran di masing-masing OPD dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas penyimpangan ini.
Jika praktik ini terus berlangsung, manajemen keuangan daerah berpotensi semakin merugikan masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru diharapkan melakukan evaluasi mendalam terhadap pengelolaan anggaran, memperkuat pengawasan, dan memperketat standar pembayaran honorarium agar ke depan kasus serupa tidak terulang.
Komentar