Pangdam XV Pattimura hingga GAKUM KLHK Mandul, Oknum Letkol TNI Diduga Dalangi Ilegal Logging di Maluku

Saumlaki, Kabarsulsel-Indonesia.com | Dugaan praktik ilegal logging yang melibatkan seorang perwira TNI AD berpangkat Letnan Kolonel di Kodim 1511/MOA, Maluku Barat Daya, menyoroti ketidakberdayaan sejumlah institusi penegak hukum.

Laporan resmi telah diajukan kepada Pangdam XV Pattimura, Danrem 151/Binaya, Kapolda Maluku, POM DAM Pattimura, hingga Panglima TNI, dengan tembusan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia. Namun, hingga kini, tak satu pun dari mereka yang menunjukkan respons tegas terhadap kasus ini.

Dugaan Pelanggaran Hukum dan Regulasi yang Dilanggar

Sejumlah kubik kayu besi tanpa dokumen perizinan resmi diduga telah dikirim dari Pelabuhan Saumlaki menuju Maluku Barat Daya menggunakan kapal Sabuk Nusantara 28 beberapa bulan lalu.

Jika benar terjadi, maka kasus ini telah melanggar berbagai regulasi terkait pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, di antaranya:

  1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
    – Pasal 12 mengatur bahwa setiap orang yang melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa dokumen sah akan dikenai sanksi pidana.
    – Pasal 78 menyebutkan ancaman hukuman bagi pelaku ilegal logging bisa mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 100 miliar.
  2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
    – Pasal 50 Ayat (3) secara tegas melarang setiap orang menebang, mengangkut, atau memiliki kayu hasil hutan tanpa izin yang sah.
  3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2022 tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Kehutanan
    – Mengatur kewajiban memiliki izin legal dalam setiap aktivitas pengelolaan kayu dan hasil hutan lainnya.
  4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
    – Pasal 55 dan 56 KUHP mengatur bahwa pihak yang membantu atau turut serta dalam suatu kejahatan bisa dihukum setara dengan pelaku utama.

Tumpulnya Penegakan Hukum dan Dugaan Impunitas

Kasus ini sempat mencuat ke publik melalui berbagai media online, tetapi hingga kini, langkah hukum terhadap oknum TNI tersebut masih nihil.

Publik pun mempertanyakan mengapa aparat penegak hukum, termasuk GAKUM KLHK Wilayah Maluku-Papua, memilih bungkam dan seolah tak berdaya menghadapi seorang perwira menengah TNI AD.

Jika kasus ini melibatkan masyarakat sipil, proses hukum biasanya berjalan cepat dan tanpa kompromi. Namun, ketika pelakunya adalah seorang pejabat militer, hukum tampak tumpul ke atas. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya tebang pilih dalam penegakan hukum kehutanan di Maluku.

Sejumlah institusi yang bertanggung jawab atas penegakan hukum lingkungan dan kehutanan justru terkesan mandul dalam menangani kasus ini.

Mereka seakan hanya berani menindak pelaku dengan izin resmi untuk dijadikan “ATM berjalan,” sementara aktor ilegal logging seperti yang diduga dilakukan oleh Dandim 1511/MOA dibiarkan beroperasi tanpa hambatan.

Desakan Transparansi dan Penegakan Hukum

Pangdam XV Pattimura, Danrem 151/Binaya, Kapolda Maluku, POM DAM Pattimura, serta GAKUM KLHK Wilayah Maluku-Papua didesak untuk membuka proses hukum terhadap Letkol Galih secara transparan agar dapat dipantau publik.

Kasus ini bukan sekadar urusan internal militer atau negara, tetapi pelanggaran hukum yang berdampak luas pada lingkungan dan masyarakat.

Penyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk penyimpangan jabatan adalah tindakan melawan hukum yang mencederai kepercayaan publik. Prinsip equality before the law yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D harus ditegakkan tanpa pandang bulu.

Jika hukum masih berpihak pada kekuasaan, maka kehancuran supremasi hukum hanya tinggal menunggu waktu.

Institusi terkait harus segera bertindak, atau publik akan semakin yakin bahwa penegakan hukum di negeri ini hanya sandiwara belaka.

Komentar