OPINI : HAWEAR SEBAGAI SIMBOL PERDAMAIAN: MENUJU REKONSILIASI YANG BERKEADILAN

Oleh: Yuliet Putnarubun (Sekertaris Dewan Pengawas Setya Kita Pancasila)

Maluku Tenggara, Kabarsulsel-Indonesia.com | Hawear telah dipasang, tetapi apakah ini benar-benar menjadi tanda perdamaian? Ataukah hanya sekadar formalitas tanpa makna? Di balik simbol adat yang seharusnya membawa ketenangan, masih tersimpan luka yang belum sembuh. Jika konflik hanya diselesaikan di permukaan tanpa menyentuh akar permasalahan, maka perdamaian ini hanyalah fatamorgana yang bisa pecah kapan saja.

Masyarakat Kei memahami bahwa perdamaian sejati tidak lahir dari pemaksaan. Dalam hukum adat Larvul Ngabal, keadilan adalah pilar utama dalam penyelesaian konflik. Setiap pihak yang berseteru harus didengar, dihormati, dan diberikan hak yang setara dalam proses rekonsiliasi. Namun, kenyataannya, pemasangan hawear dilakukan tanpa keterlibatan penuh dari semua elemen masyarakat. Apakah ini bisa disebut penyelesaian? Ataukah hanya cara untuk menutup-nutupi ketegangan yang masih mengakar?

PERDAMAIAN TIDAK BISA DIPAKSAKAN!

Jika rekonsiliasi dilakukan tanpa keterlibatan penuh dari seluruh pihak, maka yang terjadi bukanlah perdamaian, tetapi ketidakpercayaan. Hawear yang dipaksakan hanya akan menimbulkan:

Kekecewaan masyarakat, karena proses rekonsiliasi dilakukan tanpa transparansi.

Rasa ketidakadilan, yang bisa menjadi pemicu konflik baru di kemudian hari.

Pelecehan terhadap hukum adat, yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat Kei.

Hukum Larvul Ngabal tidak mengenal perdamaian setengah hati. Perdamaian sejati harus tumbuh dari kejujuran, bukan dari tekanan atau kepentingan politik tertentu.

VU’UT AIN MEHE NGIFUN, MANUT AIN MEHE TILUR: KITA BERSAUDARA, MENGAPA HARUS SALING MENYAKITI?

Sejak dahulu, orang Kei hidup dalam falsafah Vu’ut Ain Mehe Ngifun, Manut Ain Mehe Tilur, yang berarti semua berasal dari satu keturunan. Selain itu, prinsip Ain ni Ain mengajarkan bahwa seluruh masyarakat Kei adalah satu keluarga besar. Jika kita adalah satu keluarga, mengapa harus saling menyakiti? Mengapa harus ada kelompok yang merasa dikhianati dalam proses yang seharusnya membawa kedamaian?

Sebagai anak asli tanah Kei (Evav), banyak pihak mengingatkan bahwa pemasangan hawear yang tidak dilakukan dengan benar dapat menimbulkan dampak buruk terhadap semua yang terlibat. Dalam hidup bermasyarakat, pasti ada tatoki (gesekan), tetapi jangan sampai perbedaan itu merenggut harta, bahkan nyawa dan berlama-lama. Perdamaian harus ditegakkan dengan keadilan, bukan dengan keputusan tergesa-gesa yang hanya menambah luka.

PEMASANGAN HAWEAR!, LIBATKAN SEMUA ELEMEN MASYARAKAT!

Pemasangan hawear tidak bisa dilakukan secara sepihak. Simbol adat ini harus benar-benar menjadi titik akhir konflik, bukan sekadar upaya untuk meredam situasi sementara. Karena itu, rekonsiliasi harus melibatkan:

– Tokoh-tokoh agama,
– Tokoh-tokoh masyarakat, baik yang tua maupun pemuda,
– Kaum Perempuan, karena mereka yang paling merasakan dampak konflik yang berkepanjangan ini,
– Forkompimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah),
– Seluruh Raja-Raja (Rat-rat) sebagai penjaga adat tanat Evav.

Tanpa keterlibatan penuh dari semua pihak ini, hawear hanyalah formalitas tanpa makna. Perdamaian yang sejati tidak bisa dibangun di atas kebohongan atau kepentingan politik tertentu.

PEMERINTAH HARUS BERTINDAK! SELESAIKAN KONFLIK SAMPAI KE AKARNYA!

Sudah terlalu banyak air mata yang tumpah, terlalu banyak luka yang belum sembuh. Konflik ini tidak bisa dibiarkan terus membara dalam diam. Pemerintah dan tokoh adat harus bertindak dengan tegas dan bijaksana. Jangan hanya memberikan solusi instan yang tidak menyelesaikan akar permasalahan. Rekonsiliasi yang terjadi benar-benar harus adil dan diterima oleh semua pihak. Hukum adat harus dihormati, bukan untuk kepentingan segelintir orang.

Warga Evav menyerukan agar konflik ini benar-benar diselesaikan, bukan ditutupi dengan perdamaian semu. Jika keadilan tidak ditegakkan, maka hawear yang seharusnya menjadi simbol kedamaian hanya akan menjadi kenangan kosong.

Jangan biarkan Kei terus terbakar oleh konflik! Hormati hukum adat, hormati mereka yang bertikai, dan pastikan setiap keputusan mencerminkan kehendak bersama. Hanya dengan cara itulah kita bisa mewujudkan perdamaian yang hakiki!

Komentar