Opini : DAMPAK PENGHAPUSAN PROGRAM GURU PENGGERAK (PGP) DAN PEMBERLAKUAN PEMBELAJARAN AI DAN CODING PADA KURIKULUM 2025

OPINI201 views

(Oleh : Gerry Ubra,S.Pd,Gr)
Guru SMA Negeri 1 Tual

Beberap bulan terakhir ini Perubahan dalam sistem pendidikan Indonesia terus menjadi topik perbincangan hangat. Salah satu yang paling menonjol adalah penghapusan Program Guru Penggerak (PGP) dan pengenalan pembelajaran kecerdasan buatan (AI) serta coding dalam Kurikulum 2025.

Program Guru Penggerak (PGP) selama ini dikenal sebagai inisiatif untuk meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan intensif dan pendampingan.

Dengan dihapusnya Program Guru Penggerak (PGP), pemerintah mungkin berharap dapat mengalihkan anggaran ke sektor lain, namun konsekuensinya tidak bisa diabaikan.

Tanpa Program Guru Penggerak (PGP), peluang guru untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka menjadi terbatas. Ini bisa berdampak pada penurunan kualitas pengajaran di kelas.

Selain itu, motivasi guru yang sebelumnya termotivasi untuk berinovasi dalam pengajaran melalui Program Guru Penggerak (PGP), kini berpotensi menurun.

Ketika guru merasa kurang didukung, semangat mereka untuk berinovasi dan memberikan pengajaran terbaik dapat terganggu. Padahal, kualitas pendidikan sangat bergantung pada kompetensi dan motivasi tenaga pendidik.

Di sisi lain, pemerintah menggantikan Program Guru Penggerak (PGP) dengan fokus baru pada pembelajaran AI dan coding. Kebijakan ini sejalan dengan tren global yang semakin mengedepankan literasi digital.

Pengenalan AI dan coding sejak dini diharapkan dapat mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan era digital.

Keterampilan dalam pemrograman dan pemahaman kecerdasan buatan tidak hanya membuka peluang karier, tetapi juga mengasah kemampuan berpikir kritis dan problem solving.

Namun, penerapan pembelajaran AI dan coding ini bukan tanpa tantangan. Kesenjangan akses teknologi antara sekolah di perkotaan dan pedesaan masih menjadi masalah utama.

Sekolah-sekolah di daerah terpencil mungkin tidak memiliki infrastruktur dan sumber daya yang memadai untuk melaksanakan pembelajaran berbasis teknologi ini.

Selain itu, kesiapan tenaga pengajar juga menjadi pertanyaan. Tidak semua guru memiliki latar belakang dalam dalam menguasai AI atau coding, sehingga diperlukan pelatihan dan pendampingan khusus bagi mereka.

Tanpa persiapan yang matang, kebijakan ini berisiko hanya menjadi formalitas tanpa dampak signifikan pada kualitas pendidikan.

Sebagai kesimpulan, penghapusan Program Guru Penggerak (PGP) dan pengenalan AI serta coding dalam Kurikulum 2025 adalah kebijakan yang memiliki sisi positif dan negatif.

Pemerintah perlu memastikan bahwa perubahan ini diikuti dengan dukungan yang memadai, baik bagi guru maupun siswa. Jika tidak, kebijakan ini hanya akan menjadi perubahan tanpa makna bagi dunia pendidikan Indonesia, Terimakasih.

Komentar