Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Lebaran baru saja berlalu. Suasana suka cita masih terasa, namun kelelahan setelah perjalanan panjang bersilaturahmi juga belum sepenuhnya hilang.
Di tengah momen cuti lebaran itu, Ny. Via Teguh menerima kabar yang menggugah hatinya—seorang jurnalis senior di Fakfak tengah berjuang melawan kondisi kritis di RSUD Fakfak. Ia butuh donor darah segera.
Suaminya, Pratu Teguh, yang bertugas di Staf Intel Korem 182/JO, membaca pesan di grup internal Korem. Ada pasien yang membutuhkan golongan darah A. Tanpa ragu, Ny. Via yang tengah menjalani masa cutinya langsung berkata, “Saya siap!”
Tak ada jeda untuk berpikir panjang, tak ada alasan untuk menunda, yang ada di benaknya hanya satu keyakinan: hidup seseorang bisa bergantung pada keputusan kecilnya hari itu.
“Saya membayangkan bagaimana jika saya yang berada di posisi itu. Kita tidak pernah tahu kapan kita akan menjadi orang yang membutuhkan,” ucapnya pelan, sembari menggenggam erat lengan setelah proses donor selesai.
Di ruangan rumah sakit, kantong darah yang baru saja diambil segera disalurkan. Bagi pasien, itu bukan sekadar darah. Itu adalah harapan, itu adalah kesempatan untuk terus bertahan.
Aksi spontan ini menyentuh banyak hati. Bukan karena ia seorang guru, bukan karena ia istri prajurit, tapi karena dalam kesederhanaannya, Ny. Via menunjukkan arti sejati dari empati.
Ia membuktikan bahwa kelelahan bisa dikesampingkan jika itu untuk menyelamatkan nyawa orang lain.
Lebaran mungkin telah berlalu, tapi di hati Ny. Via, maknanya terus hidup: tentang berbagi, tentang kepedulian, tentang menjadi manusia yang berarti bagi sesama.
Writter : Red | Editor : Red
Komentar