Namarin Roundtable 2025” Dorong Kerjasama Intensif di Laut China Selatan  

Uncategorized112 views

Malra,Kabarsulsel-lndonesia.com. Jakarta – Kerjasama yang intensif di kawasan sangat diperlukan untuk meredam konflik Laut China Selatan yang terus memanas dalam beberapa tahun terakhir. Demikian siaran pers Direktur Eksekutif The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi, Rabu (27/8).

Disebutkan, kerjasama yang intensif dimaksud tertuang pada pembahasan “Namarin Roundtable 2025: Strategic Considerations and Policy Shifts of Trump 2.0 on the South China Sea and the Responses of Southeast Asian Countries” di Jakarta pada 26 Agustus 2025.

Bertindak selaku pembicara pada diskusi yang menghadirkan atase dan perwakilan negara sahabat itu adalah Kepala Pusat Pengkajian Maritim (Kapusjianmar) Seskoal Laksma TNI Salim, Deputy Chief of Mission Philippine Embassy Gonar Musor, perwakilan CSIS Muhammad Waffaa Kharisma, dan perwakilan De La Salle University Philippine Renato Cruz de Castro.

Laksma TNI Salim menyebut bahwa isu Laut China Selatan sangat penting mengingat besarnya nilai ekonomi di kawasan tersebut. “Jalur perdagangan global mencapai triliunan Dolar AS, sumber daya energi juga melimpah. ‘Nah’ sengketa wilayah, kebebasan navigasi, dan meningkatnya ketegasan China jadi isu utama sekarang ini,” katanya.

Menurut dia, kerjasama yang dilakukan antar negara di kawasan ini menjadi penting untuk dilakukan, dan kerja sama investasi dan perdagangan harus sama-sama menguntungkan, walaupun juga mengandung risiko, sehingga harus dipertimbangkan secara matang oleh masing-masing negara terkait.

Sementara itu peneliti CSIS Muhammad Waffaa Kharisma menyebutkan, di tengah eskalasi yang terus memanas, Amerika Serikat (AS) justru melakukan perluasan operasi sekutunya di Asia Tenggara seperti Filipina.

“Bagi Asia Tenggara, tantangan utamanya bukan hanya menavigasi persaingan AS-China, tetapi memastikan kepentingannya tidak dikorbankan demi mengejar kesepakatan Trump atau China,” kata Waffaa sambil menambahkan bahwa saat ini Laut China Selatan memasuki era yang lebih militeristik dan transaksional.

“Masa jabatan kedua Trump akan menguji kapasitas ASEAN untuk tetap lebih dari sekadar penonton dalam permainan yang dilakukan oleh kekuatan yang lebih besar,” imbuhnya.

Sementara itu Renato Cruz de Castro dari De La Salle University Philippine menyatakan, Filipina bersama AS berupaya menghadapi ambisi China di Laut China Selatan. Hal itu tercermin dalam kunjungan Menteri Pertahanan Amerika Pete Hegseth ke Filipina pada akhir Maret 2025.

Kedua negara (Filipina dan AS) menegaskan kembali komitmen terhadap The Mutual Defense Treaty (Perjanjian Pertahanan Bersama/MDT). Pakta Pertahanan kedua negara itu ditandatangani Manila and Washington pada 1951.

Setelah pertemuan itu, Filipina dan AS sepakat untuk melakukan inisiatif yang bertujuan mengembangkan pencegahan keamanan di Laut China Selatan, yaitu pengerahan kemampuan tambahan Amerika yang canggih dan strategis, termasuk sistem interdiksi kapal ekspedisi Angkatan Laut-Marinir (NMESIS) ke Filipina.

Terakhir, Direktur Eksekutif Namarin, Siswanto Rusdi mengemukakan, “Namarin Roundtable 2025” menjadi solusi cerdas untuk membantu terciptanya perdamaian di Laut China Selatan.

Ia berharap ketegangan di kawasan itu tidak terus dibesar-besarkan karena berpotensi menuju eskalasi lebih besar, dan para pihak, menurut dia sebetulnya sadar untuk tidak memulai perang terbuka karena bisa merugikan semua pihak di kawasan.

(Elang kei)

Komentar