Menjaga Warisan, Menggerakkan Ekonomi: Harapan Albayan Iha Membangun Kampung Minyak Kayu Putih di Bomberay

Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Di Kampung Bumi Moroh Indah (SP 6), Distrik Bomberay, Kabupaten Fakfak, hamparan tanaman kayu putih berdiri bersahaja.

Barisan pohon dengan daun beraroma khas itu bukan hanya simbol pelestarian lingkungan, melainkan harapan ekonomi bagi warga setempat.

Albayan Iha, Ketua Kelompok Binaan Karya Mandiri, mengingat dengan detail bagaimana perjuangan mereka bermula. Hampir 12 tahun lalu, kelompok pekebun ini menanam kayu putih di lahan milik mereka seluas 3,5 hektare.

Perlahan tapi pasti, pohon-pohon itu kini tumbuh kokoh, menghasilkan daun siap suling menjadi minyak kayu putih yang digemari masyarakat.

“Sejak awal, kami memang meniatkan ini jadi usaha berkelanjutan,” kata Albayan saat ditemui di lokasi penyulingan sederhana yang menjadi pusat aktivitas kelompoknya.

Dalam balutan kesederhanaan, Albayan dan kelompoknya terus berinovasi. Mereka sudah memproduksi minyak kayu putih dalam berbagai kemasan tradisional, meski harus mengakui satu kendala yang hingga kini belum teratasi: izin edar.

“Kami sudah memproduksi, masyarakat sekitar sudah memakai. Tapi untuk dijual lebih luas, izin edar itu syarat mutlak,” katanya.

Albayan tak menampik bahwa perjalanan kelompoknya tak akan sejauh ini tanpa sentuhan pemerintah. Dinas Perkebunan Fakfak disebutnya sebagai mitra utama: mulai dari pendampingan sejak penanaman, bantuan sarana-prasarana seperti mesin penyulingan, hingga dukungan finansial.

Yang lebih menarik, upaya mereka tidak semata soal bisnis. Kelompok Karya Mandiri, bersama Dinas Perkebunan, menginisiasi penanaman pohon kayu putih sebagai pohon pelestarian yang juga bernilai ekonomis di sepanjang akses jalan kampung. Albayan menyebut penanaman ini bukan hanya penghijauan, melainkan investasi masa depan.

“Mudah-mudahan ini bisa jadi ikon. Pemerintah Distrik dan kampung ingin mewujudkan Bumi Moroh Indah sebagai Kampung Minyak Kayu Putih,” ujarnya penuh harap.

Namun tantangan produksi tetap ada. Meski memiliki lahan sendiri, hasilnya masih belum mencukupi untuk skala yang lebih besar. Albayan pun membuka peluang kemitraan dengan warga sekitar.

Ia mengajak para warga lain menanam kayu putih. Kelompok Karya Mandiri berkomitmen membeli daun dengan harga Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per kilogram.

Ia menjelaskan, untuk mengekstrak sekitar 0,6–0,9 liter minyak kayu putih, dibutuhkan hingga 50 kilogram daun yang dipetik pada tingkat kematangan optimal. Artinya, suplai daun yang memadai menjadi kunci keberlanjutan usaha ini.

Optimisme Albayan kian tumbuh dengan rencana pemerintah daerah yang kini menggandeng Badan POM. Program fasilitasi untuk membantu kelompoknya memperoleh izin edar dan tambahan sarana produksi menjadi secercah cahaya yang membuat langkah mereka lebih pasti.

“Kami sangat bangga dan optimis. Suatu hari nanti, minyak kayu putih dari Fakfak bisa menembus pasar lokal, bahkan dikonsumsi di seluruh Indonesia,” ujar Albayan, menutup perbincangan dengan senyum lebar, seolah membayangkan mimpi itu bukan lagi sekadar angan.

Komentar