Ketapang, Kabarsulsel-Indonesia.com | Kebutuhan material kayu di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, semakin mendesak. Masyarakat dari berbagai lapisan, terutama kalangan menengah ke bawah, mengeluhkan sulitnya memperoleh kayu untuk pembangunan rumah.
Kondisi geografis Ketapang yang banyak terdiri dari lahan rawa membuat kayu tetap menjadi pilihan utama dibandingkan material lain seperti baja ringan atau besi.
Asri Ruslan, Ketua Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kabupaten Ketapang, mengungkapkan bahwa dirinya banyak menerima laporan dari masyarakat mengenai kelangkaan kayu di pasaran.
Menurutnya, jika ketersediaan kayu terus berkurang dan Tempat Penumpukan Kayu (TPK) ditutup, masyarakat akan kesulitan membangun rumah.
“Saya mendapat banyak keluhan dari warga, baik di perkotaan maupun pedesaan. Kayu masih menjadi material utama untuk membangun rumah, khususnya di daerah rawa yang membutuhkan pondasi kuat. Jika TPK-TPK tutup dan kayu sulit didapat, masyarakat harus membangun dengan apa?” ujar Asri Ruslan kepada Kabarsulsel-Indonesia.com, Senin (10/02).
Ia menambahkan bahwa bukan hanya masyarakat biasa yang membutuhkan kayu, tetapi juga bangunan pemerintah seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Bahkan, kebutuhan kayu juga berkaitan dengan keperluan adat dan keagamaan, seperti pembuatan peti jenazah dan tiang nisan.
Sejumlah warga yang ditemui di salah satu TPK mengungkapkan kekhawatiran serupa. Mereka menyatakan bahwa kayu lokal, termasuk kayu ulin, masih menjadi pilihan utama karena lebih terjangkau dan cocok digunakan di wilayah berlumpur.
“Selama ini kami masih mencari dan membeli kayu, meskipun semakin sulit didapat. Jika masalah ini terus berlanjut, masyarakat bawah dan menengah akan semakin kesulitan membangun rumah yang layak,” ungkap seorang warga.
Menanggapi kondisi ini, Asri Ruslan dan para tokoh masyarakat Ketapang meminta Pemerintah Daerah serta DPRD untuk segera turun tangan mencari solusi yang bijak. Mereka berharap adanya kebijakan yang dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat, sehingga aktivitas jual beli kayu yang masih dianggap ilegal bisa diatur secara legal.
“Kami meminta pemerintah daerah, DPRD, serta instansi terkait untuk mempertimbangkan aspirasi masyarakat. Jangan sampai aturan yang ada justru menyulitkan warga yang ingin membangun rumah. Diharapkan ada solusi yang memungkinkan masyarakat tetap bisa mendapatkan kayu secara legal dan terjangkau,” tutup Asri Ruslan.
Komentar