MANUV Desak Gubernur Maluku Tuntaskan Jembatan Rumadian-Diandarat: Jangan Biarkan Warga dan Pelajar Taruhkan Nyawa!

Maluku Tenggara, Kabarsulsel-Indonesia.com | Aliansi Mahasiswa Nuhu Evav (MANUV) melontarkan kritik keras terhadap Pemerintah Provinsi Maluku yang dinilai lalai dan abai dalam menangani kerusakan jembatan penghubung antara Rumadian dan Diandarat.

Jembatan yang menjadi nadi penghubung utama masyarakat itu kembali ambruk pada 11 Maret 2025, nyaris menelan korban jiwa. Namun hingga kini, belum ada langkah konkret dari pemerintah provinsi.

Ketua Umum MANUV, Titus Adrianus Dkayland Letsoin, menilai Gubernur Maluku, Hendrik Lawerissa, telah gagal menunjukkan komitmen serius terhadap keselamatan warga dan pembangunan infrastruktur dasar di wilayah terpencil.

“Ini bukan bencana sekali dua kali. Tahun 2019 rusak, tahun 2024 rusak, dan kini kembali ambruk. Tapi apa yang dilakukan Pemprov? Hanya datang, foto-foto, janji, lalu hilang tanpa kabar,” kecam Letsoin dalam pernyataan resminya, Minggu (27/7/2025).

Menurut MANUV, jembatan ini merupakan urat nadi aktivitas warga — mulai dari kebutuhan ekonomi hingga pendidikan. Anak-anak sekolah harus mempertaruhkan nyawa dengan bergelantungan di rangka jembatan demi menuntut ilmu. Sementara para pedagang dan petani tak bisa mengakses pasar dengan mudah akibat putusnya akses penghubung.

“Kami muak dengan retorika. Kami tidak butuh seremonial, kami butuh pembangunan. Pemerintah harus hadir dengan solusi, bukan hanya wacana,” tegas Letsoin.

MANUV menyebut bahwa pembiaran ini mencerminkan ketidakseriusan pemerintah dalam membangun daerah tertinggal dan membela hak-hak masyarakat di kawasan pinggiran.

Tak hanya menyampaikan desakan, MANUV juga mengancam akan turun ke jalan bersama pemuda dan warga sekitar jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan teknis dan anggaran terkait pembangunan kembali jembatan tersebut.

“Jika Gubernur Maluku tidak segera menindaklanjuti persoalan ini, maka kami akan memobilisasi massa untuk menggelar aksi besar-besaran. Cukup sudah masyarakat disuruh sabar, sementara nyawa dipertaruhkan setiap hari,” tutup Letsoin.

Situasi ini memperlihatkan ironi besar dalam pembangunan di Maluku: ketika pusat kota dibanjiri proyek bernilai miliaran, daerah seperti Rumadian-Diandarat justru dibiarkan tertatih di tengah keterisolasian.

Kini publik menanti, apakah Gubernur Hendrik Lawerissa hanya akan menjawab dengan kunjungan tanpa solusi, atau benar-benar turun tangan mewujudkan keadilan infrastruktur bagi seluruh rakyat Maluku.

Komentar