Makan Gratis,Jangan Sampai Gratis Risiko

Uncategorized187 views

Malra,Kabarsulsel-lndonesia.com. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka merupakan langkah bersejarah. Negara untuk pertama kalinya hadir secara nyata di sekolah-sekolah, memastikan anak-anak memperoleh makanan bergizi setiap hari. Inilah salah satu pondasi penting menuju visi Indonesia Emas 2045.

Namun, program besar ini tak cukup diukur dari jumlah anak yang menerima makanan. Yang lebih penting adalah jaminan keamanan pangan. Apa gunanya makanan gratis bergizi jika justru menimbulkan risiko kesehatan?

BPOM mencatat, dalam dua tahun terakhir (2022–2023), ada 127 kasus keracunan pangan di sekolah, menimpa lebih dari 2.300 siswa di 15 provinsi. Tragedi terbaru terjadi di Bandung Barat, ketika ratusan siswa keracunan usai menyantap MBG. Diduga, penyebabnya adalah makanan basi dan proses pengolahan yang tidak higienis. Ini bukan sekadar alarm, melainkan bukti nyata lemahnya pengawasan.

Mengapa Harus Ditambah Kata “Sehat”

Di titik inilah pentingnya pemerintah mempertimbangkan perubahan istilah dari Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi Makan Gratis Sehat dan Bergizi (MGSB).

Tambahan kata sehat bukan sekadar hiasan bahasa. Kata ini memberi penekanan bahwa makanan yang diberikan tidak hanya bergizi, tetapi juga diproses, disimpan, diangkut, dan disajikan dengan cara yang aman. Dengan begitu, penyedia makanan terdorong memperhatikan seluruh rantai pangan: dari bahan baku, teknik memasak, suhu penyimpanan, distribusi, hingga penyajian.

Paradigmanya pun berubah: dari sekadar membagi makanan menjadi menjamin kesehatan anak-anak bangsa.

Belajar dari Pengalaman

Amerika Serikat pernah menghadapi ancaman serius setelah tragedi 11 September 2001. Mereka merespons dengan Bioterrorism Act (2002), regulasi komprehensif untuk mengamankan pangan nasional. Semua fasilitas pangan wajib terdaftar, distribusi bisa ditelusuri, dan produk berbahaya dapat langsung ditarik dari pasar.

Indonesia pun punya contoh sukses. Kota Bandung (2019–2023) melaksanakan program gizi sekolah dengan uji laboratorium rutin dan sistem traceability. Hasilnya, nol kasus keracunan dalam empat tahun untuk 32 ribu siswa. Ironisnya, di tetangganya—Bandung Barat—justru terjadi keracunan massal akibat MBG. Ini bukti bahwa standar keamanan pangan harus diterapkan seragam di seluruh daerah, bukan hanya parsial.

*Tantangan dan Solusi*

Mengubah istilah menjadi MGSB memang simbolis, tetapi implementasinya menuntut kerja keras. Ada tiga tantangan besar:

1. Pengawasan lemah – saat ini rasio pengawas pangan masih tidak sebanding dengan usaha makanan dan minuman yang dari waktu ke waktu semakin banyak jumlahnya sekitar 4,8 jutaan, tidak sebanding dengan jumlah pengawas pangan, padahal idealnya 1:50.

2. Kesenjangan daerah – dapur sekolah di pelosok sering kekurangan fasilitas dasar seperti air bersih dan pendingin.

3. Biaya operasional – standar keamanan tinggi butuh investasi peralatan dan pelatihan.

Solusinya, pemerintah bisa:

Merekrut 1.000 pengawas pangan baru dan melatih UMKM katering dengan standar HACCP.

Menggandeng koperasi wanita/UMKM lokal sebagai penyedia bahan baku terverifikasi.

Mengalokasikan minimal 3-5% dana program untuk audit keamanan pangan dan inspeksi mendadak.

5 Langkah Konkret untuk MGSB

1. Registrasi & Audit Wajib – semua dapur sekolah/katering harus terdaftar dan diaudit setiap 3 bulan.

2. Sistem Traceability – gunakan aplikasi QR code untuk melacak bahan pangan.

3. Food Recall Cepat – makanan bermasalah harus bisa ditarik dalam 2 jam.

4. Standar HACCP & Uji Acak – analisis titik kritis wajib, ditambah uji laboratorium bulanan.

5. Pelibatan Publik – buka hotline/WA pengaduan dan libatkan komite gizi (orang tua, guru, tenaga kesehatan).

Setiap Suapan adalah Masa Depan

Mengubah nama menjadi Makan Gratis Sehat dan Bergizi (MGSB) menegaskan bahwa program ini bukan sekadar populisme politik, melainkan investasi jangka panjang untuk generasi penerus bangsa.

Keberhasilan MGSB tidak diukur dari berapa ribu nasi kotak yang dibagikan, tapi dari seberapa jauh negara menjamin makanan yang sehat, aman, dan bergizi sampai ke tangan anak.

Tragedi Cipongkor di Bandung Barat adalah pelajaran pahit. Anak-anak bukan objek politik, mereka adalah aset masa depan Indonesia. Mereka berhak mendapat makanan yang bukan hanya mengenyangkan, tapi juga melindungi. Setiap suapan adalah investasi untuk Indonesia Emas 2045. Pastikan itu suapan yang sehat.

(Elang Kei)

Komentar