Mafia Tanah Berkuasa: Belasan Triliun Rupiah Uang Negara Melayang di PTPN 2

NEWS260 views

Tanjung Morawa, Kabarsulsel-Indonesia.com | Meski terbukti menggunakan surat/bukti palsu dalam putusan kasasi di Mahkamah Agung terhadap Murachman, salah satu tokoh penggugat areal HGU 62 kebun Penara, Mahkamah Agung tetap memenangkan gugatan warga yang diduga didukung oleh mafia tanah.

Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan PTPN 2 kembali ditolak, menimbulkan kekecewaan dan kerugian besar bagi perusahaan perkebunan negara ini.

Putusan Mahkamah Agung ini jelas tidak mencerminkan rasa keadilan dan sangat merugikan PTPN 2. Gugatan perdata atas lahan HGU aktif No.62 kebun Penara sejak awal diduga bukan murni dari keinginan kelompok warga, melainkan ditunggangi oleh oknum mafia tanah di Sumatera Utara.

Banyak penggugat mengaku tidak mengetahui gugatan terhadap PTPN 2 dan tidak pernah menguasai lahan kebun Penara, menunjukkan adanya rekayasa dalam gugatan tersebut.

Surat/Bukti yang digunakan oleh masyarakat dalam mengajukan gugatan perdata dan dinyatakan palsu oleh Mahkamah Agung adalah Surat Keterangan Tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang (SKTPPTSL) yang diterbitkan pada 20 Desember 1953, sebanyak 232 lembar.

Peran mafia tanah dalam kasus ini sangat jelas, sebagaimana diungkapkan oleh sejumlah warga yang namanya tercatat sebagai penggugat.

Mereka memberikan keterangan dalam kasus dugaan pemalsuan data atas nama tersangka Murachman di PN Lubuk Pakam, mengakui bahwa data-data mereka telah dipalsukan oleh Murachman untuk mendukung gugatan.

Mereka juga menerima imbalan uang dan janji lahan seluas 2 hektar atau uang kontan Rp.1,5 Milyar jika gugatan terhadap PTPN 2 berhasil.

Namun, janji tersebut tidak pernah direalisasikan, sehingga sebagian warga akhirnya membongkar kebusukan di balik gugatan terhadap lahan HGU aktif No.62 kebun Penara yang luasnya mencapai 533 hektar.

Sejak nasionalisasi oleh Republik Indonesia dari perusahaan Belanda, lahan kebun Penara selalu dikuasai dan dikelola oleh PTPN, dan tidak pernah dikuasai oleh masyarakat penggugat atau orang tua mereka.

Sangat aneh dan janggal jika saat ini masyarakat mengklaim tanah tersebut sebagai milik mereka.

Suprayitno, salah satu penggugat dari kelompok Rokani Cs, secara terbuka menyebutkan adanya pemalsuan data dan mengaku menerima hingga Rp.2 Milyar secara bertahap dari oknum AS yang ditemuinya di kantor notaris di Tanjung Morawa.

Menurut Suprayitno, SKTPPTSL yang dinyatakan palsu telah diserahkan kepada AS, yang disebut sebagai pemodal mereka.

Meskipun AS sempat diperiksa di Polda Sumatera Utara, ia tidak pernah dihadirkan di pengadilan oleh jaksa penuntut umum dari Kejari Deli Serdang, sehingga Murachman sempat divonis bebas di PN Lubuk Pakam, namun dihukum 2 tahun di tingkat kasasi Mahkamah Agung.

Penolakan PK kedua PTPN 2 oleh Mahkamah Agung sangat mengejutkan, mengingat bukti/surat penggugat sudah dinyatakan palsu dan pelaku sudah dihukum 2 tahun penjara.

Jika putusan ini terlaksana dan pengadilan melakukan eksekusi atas lahan kebun Penara, negara akan dirugikan belasan triliun rupiah.

Secara fisik, nilai lahan areal seluas 464 hektar di pinggir bandara Kuala Namu Kecamatan Tanjung Morawa saat ini mencapai belasan triliun rupiah, belum termasuk kerugian tanaman kelapa sawit yang sedang berproduksi.

“Ini merupakan pukulan yang sangat berat bagi PTPN 2, dan kami akan terus berupaya untuk mengambil langkah-langkah perlawanan,” ujar SEVP Aset PTPN 2 (sekarang PTPN 1 Regional 1) Ganda Wiatmaja saat diminta komentarnya tentang putusan terbaru dari Mahkamah Agung ini.

Komentar