Tanimbar.Kabarsulsel-Indonesia.com. Progres Lembaga Pendidikan di SMA Negeri 10 Kepulauan Tanimbar makin meresahkan sejumlah Orang Tua (Ortu) murid dengan kebijakan pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP). Disebutkan, lembaga pendidikan merupakan tempat untuk mendidik anak bangsa demi masa depan yang baik, malah membuat kebijakan yang membebani siswa dan ortu.
Beberapa sumber yang tidak mau namanya disebutkan sempat mengecam kebijakan Sekolah SMA Negeri 10 Kabupaten Kepulauan yang diduga benar-benar meresahkan orang tua siswa. Pasalnya, biaya pendidikan sejak siswa masuk SMA biaya ini ditiadakan, malah sudah terhitung tiga tahun berjalan mendekati ujian kelulusan, siswa dipaksa membayar SPP.
Sistem pengelolaan SMA Negeri 10 Tanimbar saat ini dinilai tidak rasional dan terkesan memaksa siswa dan orang tua untuk menyelesaikan beban SPP, padahal mereka sejak bersekolah tidak dipungut biaya.
“Sekarang minta SPP tiba-tiba mendekati ujian, katong kewalahan. Mengapa tidak kasih informasi lebih awal. Kalo model ini katong orang susah mau dapat uang dari mana? Dengan nada kesal, sumber bertanya.
Menurut mereka, jika pihak Sekolah mengedepankan masa depan siswa yang adalah anak-anak bangsa, maka perlu mengingatkan para siswa terlebih dahulu, bukan mendekati kegiatan ujian baru pihak sekolah menekankan biaya biaya SPP. Lantaran kebijakan sekolah yang baru dipimpin Pelaksana Tugas kali ini kami orang tua siswa merasa sangat tertekan.
Anak saya dua orang, kalau dengan keputusan sekolah kaya begini kami mau dapat uang ratusan ribu dari mana? Kepsek yang lalu itu, membebaskan siswa dengan katrgori khusus, itupun dibuat dalam keputusan bersama melalui berita acara pertemuan. Sekarang kami benar-benar dikejutkan dengan sikap sekolah. Tambah sumber.
SPP sejatinya merupakan dana tambahan yang peran utamanya digunakan untuk pendanaan sekolah, akan tetapi walaupun secara pengertiannya seperti itu, namun SPP bukan berarti ada ketentuan yang mutlak. Alasan ini mendasari kecurigaan ratusan dana sekolah yang kerap disalahgunakan.
Kebijakan sekolah model ini patut dicurigai. Sebab, Dana Bos Kinerja tahun 2019 dan dana bos Aviramasi tahun 2020 saat itu sebesar 479 juta rupiah saat iyu hilang tanpa pertanggungjawaban yang jelas. Apalagi terdapat pernyataan mantan Kepala Sekolah yang menyebutkan Tidak Pernah Mencairkan anggaran tersebut.
Problem sekolah ini terletak pada nilai transparansi pengelola keuangan yang sampai saat ini bersembunyi. Sosok mantan bendahar pemegang buku tabungan Bosnas berinisial YFM harus diperiksa pihak berwajib karena diduga sebagai aktor utama dari dugaan kasus dana Bos SMA N 10 Tanimbar.
Sejumlah sumber media ini meminta Pemerintah Provinsi Maluku untuk memberikan teguran kepada pihak sekolah agar lebih rasional dalam mengelola sistem manajemen sekolah. (Saily)
Komentar