Saumlaki, Kabarsulsel-Indonesia.com | Kebebasan pers kembali mendapat ancaman serius di Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Dua wartawan online dilaporkan oleh Penjabat (Pj) Bupati Kepulauan Tanimbar, Dr. Alawiyah Fadlun Alaydrus, SH, MH, atas tuduhan pencemaran nama baik menggunakan pasal 45 ayat 4 jo. pasal 27A UU ITE.
Langkah ini dinilai sebagai upaya pembungkaman terhadap karya jurnalistik yang seharusnya dilindungi undang-undang.
Dalam Pedoman Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani Kapolri, Menkominfo, dan Jaksa Agung, dijelaskan bahwa karya jurnalistik dikecualikan dari pasal 27 ayat 3 UU ITE.
Wartawan yang melaksanakan tugas jurnalistik sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers memiliki perlindungan hukum sebagai lex specialis.
Tindakan Pj Bupati melaporkan wartawan dinilai melanggar prinsip ini dan menunjukkan ketidakpahaman atau pengabaian terhadap aturan hukum.
Laporan ini juga dianggap sebagai serangan langsung terhadap kemerdekaan pers, yang diatur dalam Pasal 6 UU Pers.
Sebagai pilar demokrasi, pers berperan penting dalam memberikan informasi, kritik, dan saran terkait kepentingan publik.
Tindakan melaporkan wartawan karena karya jurnalistiknya bertentangan dengan esensi ini.
Edmon Makarim, staf ahli hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika, menegaskan bahwa ketentuan pidana dalam UU ITE tidak dapat dikenakan pada pers.
“UU ITE tidak menyinggung pers karena telah ada perlindungan khusus dalam UU Pers,” ujarnya. Sayangnya, aparat penegak hukum kerap mengabaikan ketentuan ini, yang mencederai kebebasan pers.
Mantan Wakapolri, Komjen Pol Agus Adrianto, juga menegaskan bahwa wartawan tidak bisa dipidanakan melalui UU ITE selama menjalankan tugas jurnalistik sesuai hukum.
Hal ini merupakan bagian dari kesepakatan antara Polri dan Dewan Pers untuk menjaga hubungan kemitraan dan melindungi kebebasan pers.
Oleh karena itu, Kapolda Maluku diminta segera memerintahkan Kapolres Kepulauan Tanimbar untuk menghentikan penyidikan terhadap kedua wartawan tersebut.
Penerbitan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) menjadi langkah penting untuk mencegah kriminalisasi terhadap insan pers dan menjaga integritas kepolisian dari intervensi politik.
Tindakan Pj Bupati Kepulauan Tanimbar bukan hanya mencoreng kebebasan pers, tetapi juga mencerminkan arogansi kekuasaan yang mencoba menekan hak dasar masyarakat untuk mendapat informasi yang akurat dan independen.
Kapolda Maluku diharapkan segera bertindak tegas demi menjaga marwah hukum dan demokrasi di Tanah Air.
“Kebebasan pers adalah wujud kedaulatan rakyat dan hak asasi warga negara. Kriminalisasi terhadap wartawan adalah ancaman serius bagi demokrasi,” tutup salah satu pemerhati pers nasional.
Komentar