Kota Tual Darurat Demokrasi, Abuse of Power oleh Penyelenggara Pemilu

Tual, Kabarsulsel-Indonesia.com | Demokrasi yang ditopang dengan asas kedaulatan rakyat membuka peluang besar untuk terwujudnya masyarakat adil makmur dengan prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan wujud implementasi demokrasi di Indonesia yakni dengan melibatkan seluruh rakyat untuk menentukan arah kepemimpinan dan pembangunan bangsa dan negara. Pemilu 2024 adalah Pemilu yang jujur dan adil dengan harapan mampu untuk menjaga keseimbangan demokrasi di Indonesia.

Dalam hal ini, penyelenggara Pemilu sangat menentukan proses Pemilu yang jujur dan adil dengan memastikan seluruh instrumen Pemilu bertujuan untuk menyelenggarakan dan mewujudkan Pemilu yang jujur dan adil. Namun harapan itu masih sulit untuk diwujudkan secara merata di seluruh wilayah di Indonesia, salah satunya di Kota Tual, Provinsi Maluku.

Kota Tual, sebagaimana Kabupaten/Kota lainnya turut serta dalam pelaksanaan Pemilu 2024 dengan 5 (lima) jenis pemilihan yakni Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kota/Kabupaten. Kota Tual terdiri dari 2 (dua) Daerah Pemilihan (Dapil) yakni Dapil 1 adalah Pulau Dullah Selatan, Dapil 2 adalah Kec. Tayando Tam, Pulau-Pulau Kur, Kur Selatan dan Kec. Pulau Dullah Utara.

Proses pemungutan suara berjalan cukup kondusif dengan dinamika lapangan yang tidak sampai menghambat dan menghalangi proses pemungutan suara di TPS. Namun hal berbeda terjadi ketika masuk pada tahap Pleno Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara di KPU. Perbedaan pendapat dan dinamika politik memang biasa, tapi akan menjadi pembodohan kepada masyarakat jika semua itu dilakukan atas dasar kepentingan pihak dan/ kelompok tertentu hingga mengorbankan hak politik masyarakat dan pembangunan demokrasi yang berkualitas.

Mengamati dinamika Pemilu Kota Tual 2024 dapat dikatakan rawan jika dilihat dari sisi konflik yang terjadi. Aksi protes masyarakat kepada Bawaslu Kota Tual dan KPU Kota Tual, tawuran antar massa pendukung Caleg hingga menimbulkan korban luka serius, Sasi gedung-gedung pemerintahan hingga bandara, sampai pemalangan jalan utama dalam Kota.

Mirisnya, kondisi ini seperti sudah biasa sehingga ada kesan pembiaran oleh pemerintah daerah juga penyelenggara. Tidak ada dialog yang solutif baik oleh pemerintah dan juga penyelenggara. Dikhawatirkan jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa solusi makan akan semakin menormalisasikan kekerasan dalam setiap momen Pemilu dan dampaknya adalah masyarakat apatis terhadap demokrasi serta pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil.

Proses Rapat Pleno Terbuka KPU Kota Tual tentang Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara semakin menunjukan ketidakjujuran dan ketidakadilan Pemilu Kota Tual 2024. Dalam proses ini, yang paling dirugikan adalah wilayah pemilihan Kecamatan Tayando Tam. Bawaslu Kota Tual tanpa melakukan prosedur penanganan laporan dan temuan yang seharusnya kemudian merekomendasikan secara lisan di dalam rapat pleno terbuka KPU Kota Tual untuk dilakukan Penghitungan Suara Ulang (PSU) di seluruh TPS wilayah Kecamatan Tayando Tam untuk jenis pemilihan DPRD Kota.

Total TPS di Kecamatan Tayando adalah 22 (dua puluh dua) TPS. Selanjutnya oleh KPU Kota Tual langsung dikabulkan dengan mengesahkan rekomendasi melalui ketukan palu di dalam rapat pleno terbuka tersebut. Tentu kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar. Apa bukti telah terjadinya pelanggaran Pemilu di 22 TPS tersebut, sedangkan selama proses pencocokan C Salinan, C Hasil dengan D Hasil semuanya sesuai. Disamping itu, secara aturan dalam PKPU, Penghitungan Suara Ulang hanya dapat diputuskan di tingkat PPK dan dilaksanakan di TPS.

Kemudian sangat disayangkan, dalam proses pencocokan, Bawaslu Kota Tual memaksa menggunakan data aduan masyarakat yang kemudian berbeda dengan data PPK yang diserahkan kepada KPU. Ini mencurigakan, sebab Bawaslu Kota Tual tidak pernah satu kalipun memanggil PPK Kec. Tayando Tam secara resmi untuk melakukan klarifikasi atas perbedaan data tersebut. Lalu apa yang membenarkan Bawaslu Kota Tual untuk menggunakan data yang didapat dari aduan masyarakat tersebut.

Ini sama halnya Bawaslu Kota Tual telah mengkebiri peran dan fungsi PPK Kec. Tayando Tam sebagai penyelanggara Pemilu di tingkat Kecamatan. Maka dapat dikatakan Bawaslu Kota Tual telah melakukan abuse of power (penyalahgunaan kekuasan/wewenang). Begitupun dengan KPU Kota Tual yang mengabulkan rekomendasi Bawaslu Kota Tual untuk dilaksanakan PSU pada seluruh TPS di kecamatan Tayando Tam dengan jenis pemilihan DPRD Kota/Kabupaten.

Tindakan Bawaslu Kota Tual semakin rancu dan tidak berdasar karena Penghitungan Suara Ulang hanya dilakukan di jenis pemilihan DPRD Kota/Kabupaten tapi tidak pada jenis pemilihan DPRD Provinsi, DPR RI, DPD RI dan Presiden dan Wakil Presiden. Tentu itu akan menimbulkan kerancuan data pengguna hak pilih yang melakukan pemilihan serentah di 5 jenis pemilihan.

Kerancuan keputusan tersebut juga semakin menguat karena Bawaslu Kota Tual dan KPU Kota Tual menyepakati C-Salinan, C-Hasil dan D-Hasil PPK Tayando Tam pada 4 jenis pemilihan namun menolaknya di satu jenis pemilihan yaitu DPRP Kota/Kabupaten. Sikap tersebut menjadi pertanyaan besar bagi Maluku Democracy Watch (MDW) mengapa dugaan kecurangan hanya terjadi di jenis pemilihan DPRD Kabupaten/Kota tidak pada 4 jenis lainnya, padahal setiap pengguna hak pilih menerima 5 jenis surat suara untuk dicoblos yang kemudian dihitung sebagai suara di 5 jenis pemilihan.

Maka tidak tepat ketika Penghitungan Suara Ulang hanya dilakukan di jenis pemilihan DPRD Kabupaten/Kota dan sudah seharusnya dilakukan di seluruh 5 jenis pemilihan. Maka kami menilai bahwa keputusan KPU Kota Tual yang berdasarkan pada rekomendasi Bawaslu Kota Tual telah merugikan proses penyelenggaraan Pemilu di wilayah Kecamatan Tayando Tam, Kota Tual dan telah memberikan contoh sikap pejabat publik yang buruk kepada masyarakat yang kemudian akan berdampak pada kualitas demokrasi di Kota Tual, Provinsi Maluku.

Maluku Democracy Watch (MDW) mendorong hadirnya demokrasi yang sehat dan berkualitas di Maluku dan penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil. MDW juga meminta kepada seluruh elemen masyarakat Maluku khususnya Kota Tual untuk menjadi pemantau kritis demokrasi dan bersama-sama mewujudkan Pemilu yang dapat menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat progresif dan memiliki keseriusan sikap dan tindakan untuk pembangunan daerah. Selanjutanya, Maluku Democracy Watch (MDW) akan menindaklanjuti tindakan penyelenggara Pemilu yang telah mencederai demokrasi dan Pemilu di Kota Tual agar dapat menjadi pembelajaran demokrasi bagi publik serta berdampak pada terwujudnya kualitas Pemilu yang jujur dan adil di Kota Tual.

Komentar