Teluk Bintuni, Kabarsulsel-Indonesia.com | Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat terus mengusut kasus dugaan korupsi proyek peningkatan kualitas jalan Mogoy-Merdey di Kabupaten Teluk Bintuni. Dalam perkembangan terbaru, tersangka AYM mengembalikan uang negara sebesar Rp2 miliar.
Asisten Bidang Pidana Khusus Kejati Papua Barat, Abun Hasbullah Syambas, menyatakan bahwa ini merupakan pengembalian kedua yang dilakukan oleh AYM. Sebelumnya, pada 6 November 2024, tersangka telah menyetorkan Rp1.441.729.100 ke kas umum daerah sebagai denda atas kekurangan volume dan mutu pekerjaan proyek tersebut.
“Pengembalian uang negara ini merupakan bentuk penyelamatan keuangan negara, namun tidak menghapus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka,” tegas Abun.
Dalam kasus ini, Kejati Papua Barat telah menetapkan lima tersangka, yakni NB, AYM, D, AK, NK, dan BSAB. Mereka diduga terlibat dalam proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua Barat tahun 2023 senilai Rp8,53 miliar melalui Dinas PUPR Papua Barat.
Namun, proyek yang seharusnya selesai pada 31 Desember 2023 mengalami keterlambatan parah. Hingga saat ini, progres fisik hanya mencapai 51,11 persen, padahal pembayaran kepada CV Gloria Bintang Timur sudah dilakukan 100 persen. Hasil audit menemukan kerugian negara mencapai Rp7,32 miliar.
Tokoh Pemuda Desak Usut Aliran Dana
Kasus ini semakin menarik perhatian publik setelah muncul desakan dari tokoh pemuda Moskona, Seprianus Yerkohok. Ia meminta Kejati Papua Barat untuk mengusut aliran dana hingga ke penerima terakhir, terutama terkait keterlibatan dua saksi kunci, YS dan KR.
Menurut Seprianus, YS—yang profesinya disebut sebagai tukang cukur—menerima transfer Rp5 miliar untuk pencairan tahap kedua proyek ini. Sementara itu, KR disebut meminjamkan KTP-nya kepada AYM untuk dijadikan sebagai direktur perusahaan pelaksana proyek.
“Mustahil jika keduanya tidak mengetahui aliran dana tersebut. YS menerima transfer miliaran rupiah, sedangkan KR meminjamkan identitasnya hingga bisa membuka rekening perusahaan. Ini harus diusut lebih dalam,” tegas Seprianus.
Ia menambahkan bahwa Kejati Papua Barat harus bertindak tegas dan tidak berhenti pada status saksi bagi YS dan KR, mengingat keterlibatan mereka yang cukup mencurigakan.
“Kalau KR hanya meminjamkan KTP, mengapa ia bisa menerima pencairan tahap pertama sebesar Rp2,5 miliar? Ini aneh dan harus diungkap tuntas,” tandasnya.
Masyarakat kini menanti langkah tegas dari Kejati Papua Barat dalam mengungkap aktor utama di balik dugaan korupsi proyek jalan Mogoy-Merdey. Akankah kasus ini membawa kejutan baru? Publik menunggu keadilan ditegakkan.
Komentar