Langgur, Kabarsulsel-Indonesia.com | Kegagalan Pemerintah Daerah Maluku Tenggara (Pemda Malra) dan Kepolisian Resor Malra dalam menangani konflik komunal mendapat sorotan tajam dari organisasi Pemuda Katolik.
Dalam pernyataan keras yang dilayangkan Pelaksana Harian Ketua Pemuda Katolik Malra, Izaak Ignatius Setitit, disebutkan bahwa konflik berulang di wilayah tersebut mencerminkan buruknya tata kelola keamanan dan penanganan konflik oleh institusi negara dan tokoh adat.
“Kami sudah terlalu lama hidup dalam siklus konflik yang tak pernah selesai. Pemda dan Polres tidak serius menangani konflik ini secara tuntas. Jangan heran jika situasi Kamtibmas di Malra terus terganggu,” kata Izaak, Sabtu (10/5).
Ia menyebut, wilayah kompleks Pemda dan Ohoijang (Karang Tagepe) menjadi titik panas konflik komunal antar kelompok pemuda, khususnya yang berusia di bawah 23 tahun.
Bahkan, peristiwa berdarah yang merenggut nyawa warga pada Maret lalu hingga kini belum juga ditindaklanjuti secara serius oleh pihak berwenang.
“Kita tidak perlu saling menyalahkan, tapi jelas konflik ini adalah tanggung jawab Pemda dan kepolisian. Mereka wajib hadir untuk mendamaikan pihak-pihak yang berkonflik. Tapi nyatanya, tidak ada langkah nyata yang dilakukan,” tegasnya.
Menurut Izaak, pendekatan adat yang selama ini diklaim menjadi solusi justru dimanfaatkan sebagai formalitas belaka.
“Mereka gelar sumpah adat, bilang ini awal rekonsiliasi, tapi bahkan tidak pernah bertemu langsung dengan korban atau pelaku konflik. Ini penipuan atas nama adat,” kritiknya.
Ia juga mengaku kecewa karena janji pertemuan dengan pihak korban pasca-sumpah adat tak kunjung ditepati.
“Kalau cara kerja seperti ini terus berlanjut, kita hanya tinggal menghitung waktu sebelum korban jiwa berikutnya jatuh. Cukup sudah main seremonial, uruslah akar masalahnya,” tegasnya.
Lebih jauh, Pemuda Katolik menyatakan penolakan terhadap kegiatan seremonial Pemda di Landmark Langgur.
“Kami tidak akan hadir dalam kegiatan seremonial yang hanya buang-buang anggaran. Perdamaian lebih penting daripada panggung pencitraan,” kata Izaak.
Ia mendesak Gubernur Maluku dan Kapolda Maluku yang akan melakukan kunjungan ke Malra agar tidak sekadar menerima laporan dari para pejabat daerah, tetapi harus bertemu langsung dengan tokoh-tokoh pemuda yang berada di garis depan konflik.
“Kami minta Gubernur dan Kapolda turun langsung, temui anak-anak muda ini, dengarkan suara mereka. Hanya dengan itu akar persoalan bisa ditemukan dan perdamaian bisa diwujudkan,” pungkasnya.
Writter : Elang Key | Editor : Red









Komentar