Komisi IV Bakal Rekomendasi Pemeriksaan Kejaksaan Terkait Kejanggalan Anggaran Stunting

Ambon, Kabarsulsel.Indonesia.com; Diduga 80 persen anggaran penurunan stunting di Maluku digunakan untuk perjalanan dinas dan operasional, bukan sebaliknya ke lokus penanganan. Tentu saja hal tersebut berimplikasi pada tetap stagnannya penurunan gizi buruk, padahal anggaran penanganan stunting ini tersebar hampir di semua organisasi perangkat Daerah (OPD), dan dikelola langsung oleh istri Gubernur Maluku yang bergelar Bunda Parenting.

Untuk hal tersebut, DPRD lewat komisi IV tetap menelusuri penyalahgunaan anggaran tersebut lewat rapat bersama OPD terkait. Tidak menutup kemungkinan kejakasaan bakal dilibatkan. Hal ini juga disamakan Ketua Komisi IV DPRD Maluku Samson Attapary, Kamis (13/7/2023).

” kita mungkin akan neminta untuk di audit ulang
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), jika ditemukan indikasi penyalahgunaan anggaran yang tidak tepat sasaran maka kita minta Kejaksaan untuk masuk dan memeriksa.” Kata Attapary.

Menurut Atapary, Kuat dugaan bahwa 80 persen anggaran stunting digunakan untuk perjalanan dinas atau biaya operasional. Yang dikatakan justru hanya sekitar 20 persen yang digunakan untuk penanganan locus atau kasus stunting.

Misalnya saja, lanjut Attapary dari data yang kami miliki sebut saja di dinas kesehatan, yang merupakan ujung tombak untuk penanganan stunting dari anggaran yang dialokasikan. Untuk tahun 2022 itu 1.57 Miliar lebih.
Ternyata 757 juta lebih yang digunakan untuk perjalanan dinas. Dan 300 juta sekian yang digunakan untuk belanja operasional lainnya, jadi untuk biaya penanganan locus atau kasus stunting itu 0 rupiah, Beber Anggota DPRD dapil SBT tersebut

Ini memang anomali jika akhirnya stunting kita di tahun 2022 yang ditargetkan harus di 23 persen dari 28.7 persen namun tetap tidak bergeser. Karena memang anggaran khusus stunting digunakan hanya untuk perjalanan dinas.
Kita tidak tau apa perjalanan dinas ini berkaitan dengan locus stunting atau tidak karena harus ditelaah lebih lanjut dengan OPD,” Imbuhnya.

Ini memang agak miris, sebut Attapary tapi ini fakta di Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Kesehatan, malah 100 persen yang digunakan untuk operasional tidak ada anggaran untuk intervensi kaitan dengan anggaran penanganan atau locus stunting. Jadi di Maluku angka stunting masih tinggi karena ada salah penanganan dan perencanaan yang dilakukan Gubernur Maluku lewat OPD.
Ini yang menjadi catatan sekaligus Pertanyaan publik kok ada alokasi anggaran yang dititipkan di OPD penanganan stunting sampai 80 persen malah di dinas kesehatan sampai 100 persen untuk operasional.
Begitu juga ada di beberapa dinas nanti akan kita konfirmasi terlebih dahulu, analoginya di dinas kesehatan sebagai ujung tombak operasional 100 persen berarti dinas lain yang 50 persen digunakan untuk operasional.

Makanya, kita di DPRD khususnya di komisi IV ini agak concern membahas, karena ini agenda nasional sudah kurang lebih 2 kali presiden mengurus wakil presiden datang untuk menuntaskan persoalan stunting dan kemiskinan ekstrim, jelasnya.

Inilah yang menjadi persoalan utama kita di Maluku dan juga kemajuan provinsi ini menjadi stagnan, padahal pemerintah pusat sangat fokus untuk kedua permasalahan ini.

Dirinya menambahkan. Karena ini generasi yang harus dijaga dan jika ingin daerah ini maju maka kebijakan pemerintah pusat adalah dua kebijakan tersebut. kita fokus di DPRD untuk menuntaskan persoalan ini,bisa kita lihat jika ada penanganan yang keliru coba kita perbaiki di tahun anggaran 2023 dan 2024.’ Pungkasnya.

Komentar