Ketua Pemuda Katolik Malra Kritik Kapolres: Gagal Tangani Konflik Landmark, Intelijen dan Reskrim Dinilai Mandul

Maluku Tenggara, Kabarsulsel-Indonesia.com | Konflik komunal yang kembali pecah di Landmark, Maluku Tenggara, menelan korban jiwa dan memicu kritik tajam terhadap kinerja kepolisian.

Ketua Pemuda Katolik Maluku Tenggara, Meilany F. Tanlain, secara terbuka menyampaikan keprihatinannya, bukan hanya terhadap korban yang meninggal, tetapi juga terhadap lemahnya respons Polres Malra dalam menangani konflik yang berulang.

“Kami turut berdukacita, bukan hanya untuk keluarga korban, tetapi juga karena matinya sistem kerja kepolisian dalam penanganan konflik di Landmark. Polisi seolah tidak memahami esensi penyelesaian konflik, padahal akibatnya bukan hanya masyarakat yang menjadi korban, tetapi juga anggota kepolisian sendiri,” ujar Meilany F. Tanlain.

Meilany mempertanyakan di mana peran intelijen dan reskrim dalam mencegah serta menindak para provokator yang diduga menggerakkan konflik. Ia menilai ketidaktegasan ini bisa berakibat fatal, menciptakan siklus kekerasan tanpa ujung.

“Kami sedih melihat perbandingan dengan para Kapolres sebelumnya yang selalu turun langsung ke lokasi saat konflik atau demonstrasi terjadi. Bukan bermaksud membandingkan, tetapi kepemimpinan yang baik itu harusnya berlanjut. Pemimpin harus mendengar langsung keluhan rakyatnya, turun ke lapangan, bukan hanya duduk di ruang ber-AC dan menerima laporan dari bawahannya,” tegas Meilany.

Menurutnya, masyarakat Kei memiliki karakter keras, tetapi pendekatan persuasif dari aparat keamanan akan lebih dihargai daripada sekadar tindakan represif. Namun, jika langkah tegas memang dibutuhkan, maka Polres Malra harus berani mengambil tindakan demi ketertiban umum.

“Jika ada konflik, segera turun dan bubarkan. Jika ada yang membandel, lumpuhkan. Masa kepolisian mau kalah dengan anak-anak bersenjata panah wayar dan tabung? Tangkap pelaku pembacokan dan penembakan, serta usut aktor intelektual yang selama ini memfasilitasi dan mengorganisir anak-anak untuk terlibat konflik,” desaknya.

Meilany juga mendorong Polres Malra untuk berkoordinasi dengan Pemda Malra dan dewan adat guna segera menggelar dialog rekonsiliasi. Ia menilai, penyelesaian menyeluruh harus segera dilakukan agar tidak terus terjadi korban jiwa maupun kerugian materiil.

“Sebagai aparat negara, harus ada rasa cinta terhadap daerah dan rakyat. Jangan biarkan anak-anak ini terus terjebak dalam konflik yang sama berulang kali. Apalagi daerah ini adalah destinasi wisata. Sangat ironis jika yang dipertontonkan justru konflik kekerasan, yang kemudian dengan bangganya diunggah ke media sosial,” ungkapnya.

Sebagai penutup, Meilany F. Tanlain mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga situasi keamanan dan ketertiban menjelang perayaan Paskah dan bulan suci Ramadan.

Ia menekankan bahwa toleransi antarumat beragama harus dimulai dengan sikap saling menghormati dan menjaga ketenangan dalam menjalankan ibadah masing-masing.

Komentar