Malra, Kabarsulsel-Indonesia.com | Polemik terkait pengusulan dokter spesialis kejiwaan oleh BKPSDM Maluku Tenggara (Malra) untuk tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) memantik kritik tajam dari masyarakat.
Keputusan untuk kembali menggunakan dokter yang telah diusulkan oleh Pemkot Tual dinilai sebagai langkah yang mencederai kemandirian daerah dan mengabaikan potensi lokal.
Warga mempertanyakan alasan di balik keputusan tersebut, mengingat Maluku memiliki banyak dokter spesialis kejiwaan yang berasal dari putra-putri terbaik Evav/Kei. Namun, potensi tersebut seolah tidak diberi ruang untuk berkembang.
“Ini bukan hanya soal teknis, tapi soal harga diri dan kemandirian. Mengapa BKPSDM Malra lebih memilih bergantung pada dokter yang sudah diusulkan Pemkot Tual? Apakah di Maluku Tenggara tidak ada tenaga medis yang kompeten?” ujar seorang tokoh masyarakat dengan nada geram.
Keputusan ini dinilai tidak hanya melemahkan kemandirian daerah, tetapi juga memberikan kesan bahwa pemerintah tidak serius dalam memberdayakan sumber daya manusia lokal.
Kritik pun mengalir deras, menuding langkah BKPSDM sebagai “sandiwara birokrasi” yang mengesampingkan kepentingan putra-putri daerah demi alasan yang tidak transparan.
Masa Depan Karier Putra Daerah Terancam
Keputusan tersebut dianggap sebagai langkah yang dapat “membunuh karier” generasi muda Evav yang telah menempuh pendidikan tinggi di bidang kedokteran.
Masyarakat menilai, pendidikan untuk menjadi dokter spesialis, terutama kejiwaan, membutuhkan perjuangan besar, baik dari segi biaya maupun waktu. Namun, ketika kesempatan berkontribusi hadir, justru orang lain yang diberi ruang.
“Ini soal prinsip! Jangan sampai anak-anak kita yang berjuang keras menjadi korban kebijakan yang tidak berpihak. Kita ini wilayah administrasi yang berbeda, mengapa harus terus bergantung pada Tual? Belajarlah mandiri dan tunjukkan bahwa kita punya sumber daya yang mumpuni,” tegas warga lainnya.
Desakan kepada Pj Bupati Malra
Warga mendesak Pj Bupati Malra untuk mengambil langkah tegas dengan membatalkan keputusan BKPSDM yang mengusulkan dokter dari Pemkot Tual.
Mereka berharap pemimpin daerah memiliki keberanian untuk berpihak pada potensi lokal dan tidak tunduk pada praktik yang dinilai melemahkan kedaulatan wilayah.
“Kalau terus seperti ini, kapan kita bisa maju? Jangan biasakan satu koki memasak untuk dua dapur. Kemandirian daerah harus menjadi prioritas, bukan sekadar slogan,” ungkap tokoh masyarakat lain dengan nada sinis.
Tes PPPK yang dijadwalkan berlangsung Februari 2025 ini menjadi ujian bagi BKPSDM Malra dan Pj Bupati dalam menunjukkan keberpihakan mereka kepada masyarakat.
Apakah mereka akan memilih jalan kemandirian, atau justru semakin terjebak dalam ketergantungan yang melemahkan daerah? Waktu akan menjawab.
Komentar