Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Di tengah perlambatan realisasi anggaran daerah untuk sektor perkebunan, Pemerintah Kabupaten Fakfak memilih strategi ofensif. Melalui Dinas Perkebunan, pemerintah setempat mengajukan proposal ambisius: perluasan 200 hektare tanaman pala unggulan Tomandin ke dalam skema Anggaran Biaya Tambahan (ABT) APBN 2025. Tak tanggung-tanggung, 35 ribu bibit bersertifikat telah disiapkan untuk merealisasikan program ini.
Langkah ini menandai keseriusan Pemkab Fakfak dalam mempercepat Program Strategis Pala Unggul—sebuah inisiatif daerah yang resmi diluncurkan Bupati Fakfak, Samaun Dahlan, pada 11 Juli 2025 di Distrik Teluk Patipi.
Program ini bukan sekadar proyek penanaman, tetapi menjadi bagian dari arsitektur ekonomi baru yang menempatkan pala sebagai pilar utama dalam transformasi kawasan berbasis komoditas unggulan.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perkebunan Fakfak, Widhi Asmoro Jati, ST, MT, mengungkapkan bahwa keberanian mengajukan usulan pada ABT APBN dilandasi oleh realitas fiskal daerah yang terbatas, namun diimbangi oleh kesiapan teknis dan kelembagaan di tingkat tapak.
“Kita tidak bisa berharap penuh pada APBD. Skema pendanaan pusat seperti ABT adalah peluang langka yang harus disergap dengan kesiapan penuh—baik lahan, kelompok tani, maupun benih berkualitas,” ujar Widhi.
Dalam kacamata perencanaannya, 200 hektare lahan baru akan didistribusikan ke 30 kampung dengan potensi pala unggul. Fakfak, yang secara historis telah dikenal sebagai salah satu wilayah penghasil rempah terbaik di Indonesia Timur, berambisi mengonsolidasikan keunggulan alam tersebut ke dalam sistem produksi modern dan berkelanjutan.
Kesiapan ini ditunjukkan antara lain melalui penyediaan 35 ribu bibit pala Tomandin bersertifikat dari penangkar lokal yang telah diakui secara resmi. Bibit ini akan didistribusikan kepada calon pekebun dalam skema CPCL (Calon Petani Calon Lokasi) yang saat ini sedang dalam tahap verifikasi dan validasi.
“Readiness criteria adalah harga mati. Kita tidak boleh sekadar mengajukan proposal, tapi harus menjaminkan bahwa semua prasyarat teknis dan administratif terpenuhi jika ingin usulan ini disetujui oleh pemerintah pusat,” tambahnya.
Widhi menyebut, komunikasi lintas kementerian sudah mulai dibangun. Usulan ini juga memanfaatkan momentum pembentukan Koperasi Merah Putih di sejumlah kampung, yang akan menjadi simpul penting dalam membentuk rantai pasok dan distribusi hasil panen di kemudian hari. Koperasi ini disiapkan menjadi jembatan antara petani dan pasar, sekaligus motor penggerak ekonomi lokal yang lebih terorganisasi.
Program ini bukan tanpa tantangan. Pembangunan kebun pala skala luas membutuhkan sinergi lintas sektor: dari kehutanan, agraria, hingga lembaga keuangan mikro.
Namun Dinas Perkebunan yakin bahwa dengan pendekatan teknokratis dan partisipatif, Fakfak bisa menjadi etalase keberhasilan model pembangunan rempah berbasis kampung.
“Kita sedang membangun bukan hanya kebun, tapi sistem. Sistem produksi, sistem kelembagaan, sistem ekonomi lokal berbasis pala,” tandas Widhi.
Jika disetujui, usulan ABT APBN ini akan menjadi salah satu contoh sukses bagaimana pemerintah daerah tak sekadar menunggu bantuan pusat, tapi aktif menyusun strategi teknis untuk mengejar pendanaan nasional.
Dan yang lebih penting, ini akan menjadi babak baru bagi Pala Tomandin Fakfak—bukan lagi sekadar komoditas warisan, tetapi menjadi simbol kebangkitan ekonomi rakyat yang ditopang inovasi, kemitraan, dan perencanaan yang presisi.









Komentar