Tiakur, Kabarsulsel-Indonesia.com | Warga Desa Lelang, Kecamatan Mdona Hyera, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), meminta Kejaksaan Negeri Tiakur mengusut tuntas dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Desa Lelang, Loth Pay.
Selama enam tahun kepemimpinannya, desa tersebut dinilai stagnan meski anggaran Dana Desa sebesar Rp1,4 miliar per tahun sudah dikucurkan, total mencapai Rp7-8 miliar.
Albinus, kepala Soa Desa Lelang, bersama beberapa pemuka masyarakat, mengungkapkan kekecewaan mereka dalam konferensi pers di Tiakur.
“Selama 6 tahun, tidak ada bukti pembangunan fisik yang signifikan, kecuali dua lapangan voli. Bahkan kebutuhan dasar seperti air minum masih sangat sulit diakses. Kami menduga ada penyelewengan dalam pengelolaan dana desa,” tegas Albinus.
Situasi semakin memanas setelah kelompok masyarakat membentuk Kelompok Peduli Pembangunan dan menggelar demonstrasi pada 2 April 2024.
Mereka menuntut transparansi terkait Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPPD) dan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) yang hingga kini tidak pernah dipublikasikan.
Salah satu tuntutan utama adalah penyelidikan terhadap dugaan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) yang melibatkan Loth Pay dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Adrianus Palpialy.
Albinus menegaskan bahwa berbagai proyek yang tercantum dalam LPJ tidak sesuai dengan realitas di lapangan.
“Dalam LPJ, disebutkan ada 8 lampu jalan, tapi di lapangan hanya 2. Begitu juga dengan pembangunan rumah, bak air, dan sumur bor yang tidak tuntas. Kami juga mempertanyakan anggaran pembangunan Polindes yang sudah diselesaikan di LPJ, tapi bangunannya sampai sekarang tidak ada,” kata Dopy Pay, salah satu tokoh masyarakat.
Selain itu, dana untuk membeli mobil desa juga diduga disalahgunakan. Mobil yang ada saat ini justru bantuan dari Dinas Perhubungan, namun digunakan oleh kepala desa untuk kepentingan pribadi.
Pembangunan jalan rabat beton pun jauh dari target, dengan hanya sekitar 100 meter yang dikerjakan dari total anggaran 400 meter.
Warga menuntut agar aparat penegak hukum segera turun tangan dan memeriksa dugaan penyalahgunaan anggaran oleh kepala desa.
“Kami meminta keadilan. Semua anggaran sudah habis di atas kertas, tapi di lapangan hasilnya nol,” pungkas Dopy dengan tegas.
Komentar