Sorong, Kabarsulsel-Indonesia.com | Praktik judi togel di wilayah hukum Polda Papua Barat Daya kian menjadi buah bibir. Hampir setahun beroperasi, perjudian kupon putih itu seolah tak tersentuh penegakan hukum. Suara publik menilai institusi Polri seperti berpura-pura tak melihat, menambah daftar panjang kekecewaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang dinilai tebang pilih.
Sejumlah warga menduga keras adanya “setoran” rutin yang membuat para bandar bisa beroperasi aman.
“Kalau tidak ada yang terima setoran, mustahil togel bisa jalan sekencang ini. Kami menduga ada yang sengaja membiarkan,” kata seorang tokoh masyarakat di Sorong yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Kegeraman warga memuncak menjelang Hari Bhayangkara ke-79 yang jatuh pada 1 Juli 2025. Di momen yang semestinya menjadi refleksi institusi Polri itu, warga menuntut Kapolda Papua Barat Daya Brigjen Pol Gatot Haribowo dan Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Junov Siregar turun tangan langsung. Mereka mendesak penutupan praktik togel yang disebut-sebut dikendalikan jaringan Hartono CS.
“Polri jangan cuma bangga dengan slogan Presisi. Buktikan! Kalau mau dipercaya rakyat, tutup semua praktik togel dan tangkap bandarnya,” tegas seorang aktivis pemuda di Kota Sorong.
Bisnis Haram di Tengah Kemiskinan
Praktik togel tak hanya dianggap melanggar hukum, tetapi juga memperparah kemiskinan struktural di Papua Barat Daya. Berbagai sumber menyebut, penduduk menengah bawah menjadi sasaran empuk promosi togel. Warga kecil yang terhimpit ekonomi justru diiming-imingi “mimpi kaya mendadak” lewat taruhan kupon seharga recehan.
Namun, efek domino yang muncul memprihatinkan: rumah tangga berantakan, pencurian meningkat, hingga kekerasan domestik yang dipicu frustrasi akibat kalah taruhan.
“Ini bukan sekadar perjudian. Ini bom waktu masalah sosial,” kata seorang ibu rumah tangga di Aimas.
Sejumlah warga menilai, pemerintah daerah maupun kepolisian seolah kehilangan kendali menghadapi maraknya judi kupon putih. Di Sorong, Aimas, hingga distrik lain, lapak-lapak togel beroperasi terang-terangan.
Ironisnya, upaya konfirmasi wartawan kepada Polda Papua Barat Daya tentang aktivitas ilegal ini berulang kali tak membuahkan jawaban memuaskan. Senyapnya respons aparat justru semakin memperkuat dugaan adanya perlindungan oknum.
Dugaan “Upeti” yang Membungkam Aparat
Kecurigaan publik mengarah pada praktik setoran kepada oknum aparat penegak hukum. Skema semacam ini bukan barang baru dalam dunia perjudian ilegal di Indonesia. Bandar kerap mengamankan operasi lewat jalur “koordinasi” dengan pihak-pihak berwenang.
“Kalau tidak ada backing-an kuat, mana mungkin bisa jalan sampai setahun lebih. Polisi harus bersihkan internalnya kalau mau dipercaya,” ungkap seorang aktivis HAM di Sorong.
Warga juga menilai Polri kerap garang pada tindak kriminal lain, tetapi terlihat lunak pada praktik judi togel. Ketidakadilan semacam ini berbahaya, menumbuhkan apatisme hukum di masyarakat.
“Keadilan itu tak bisa setengah-setengah,” kata seorang tokoh agama.
Momentum Bhayangkara, Ujian Kepercayaan
Publik menilai HUT Bhayangkara ke-79 seharusnya menjadi momentum perbaikan bagi institusi Polri, termasuk Polda Papua Barat Daya. Warga berharap perayaan tak sekadar seremonial dengan pidato manis, melainkan refleksi atas krisis kepercayaan publik.
“Penutupan togel bukan cuma soal hukum. Ini soal moral. Kalau dibiarkan, kita sedang merusak generasi muda Papua Barat Daya,” kata seorang tokoh gereja di Sorong.
Masyarakat menegaskan akan terus bersuara jika aktivitas judi togel dibiarkan berlarut. Mereka mendesak penegakan hukum yang transparan, adil, dan konsisten tanpa pandang bulu.
“Kami menuntut bukti, bukan janji,” pungkas seorang warga.
Komentar