Oleh: Pdt. Sammy Sahulata
Abstrak
Salah satu artikel yang membahas prinsip sunhodos (berjalan bersama) sebagai dasar eklesiologi dan implikasinya bagi dinamika kepemimpinan gereja, khususnya dalam konteks pemilihan Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode GPM. Prinsip sunhodos menekankan kesatuan, kebersamaan, dan musyawarah dalam terang firman Tuhan dan tuntunan Roh Kudus. Namun, realitas sinodal sering dihadapkan pada tantangan politisasi, fragmentasi, dan krisis spiritualitas kepemimpinan. Dengan menegakkan keterbukaan, keadilan, representasi, dan spiritualitas pelayanan, gereja diingatkan kembali pada hakikat kepemimpinan sebagai panggilan untuk melayani, bukan menguasai.
Kata Kunci: Gereja, Sunhodos, Kepemimpinan, Sinode, Spiritualitas Pelayanan
Pendahuluan
Gereja sebagai tubuh Kristus dipanggil untuk hidup dalam kesatuan dan kebersamaan, di mana setiap anggota memiliki tanggung jawab dan peran yang saling melengkapi. Dalam konteks inilah prinsip sunhodos atau “berjalan bersama” memperoleh relevansinya. Gereja tidak dimaksudkan untuk dikuasai oleh kelompok tertentu, melainkan untuk dipimpin bersama dalam terang firman dan tuntunan Roh Kudus.
Karena itu, setiap momentum pemilihan pimpinan gereja, khususnya MPH Sinode, tidak boleh dipandang sekadar prosedur organisasi, melainkan sebagai peristiwa rohani dan eklesiologis yang mendalam.
Prinsip Sunhodos sebagai Dasar Eklesiologi
Kata sunhodos berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari “syn” (bersama) dan “hodos” (jalan), Prinsip ini menekankan bahwa gereja tidak dapat berjalan sendirian, melainkan harus berjalan bersama-sama sebagai pendeta, penatua, diaken, dan jemaat.
Dalam terang teologi, prinsip ini mencerminkan cara Allah menyertai umat-Nya sepanjang sejarah keselamatan seperti contohnya Israel yang tidak pernah berjalan sendirian di padang gurun, tetapi ditemani oleh tiang awan dan tiang api. Demikian pula gereja, dalam perjalanannya di dunia ini, dipanggil untuk berjalan bersama dalam kerangka communio sanctorum, persekutuan orang-orang kudus.
Dalam perspektif kepemimpinan gereja, sunhodos berarti bahwa proses pengambilan keputusan harus dilandasi dialog, musyawarah, keterbukaan, dan semangat mendengar, Gereja bukanlah arena dominasi, tetapi ruang di mana suara kenabian dan suara umat berjumpa untuk menemukan kehendak Allah. Apabila perbedaan berubah menjadi sekat kepentingan, maka sunhodos mulai digantikan oleh monhodos yang artinya jalan masing-masing.
Dinamika Pemilihan Pimpinan Gereja
Proses pemilihan MPH Sinode merupakan momen penting di mana prinsip sunhodos diuji. Di satu pihak, mekanisme demokratis memberi ruang partisipasi bagi semua klasis.
Di pihak lain, ada kecenderungan pragmatis dan politis yang sering mengaburkan orientasi rohani proses tersebut, Karena itu, pemilihan pemimpin gereja tidak boleh direduksi menjadi perebutan jabatan, melainkan harus dilihat sebagai proses pencarian figur-figur yang mampu menjadi pelayan, gembala, sekaligus penuntun umat.
Seorang Pemimpin yang dipilih haruslah mereka yang menghidupi spiritualitas servant leadership, kepemimpinan yang melayani dan memiliki kepekaan profetis terhadap pergumulan umat.
Oleh sebab itu seluruh proses pencalonan dan pemilihan perlu didesain agar memberi kesempatan bagi munculnya kepemimpinan yang kolektif, inklusif, dan representatif. Dominasi kelompok tertentu atau pengabaian terhadap keterwakilan yang proporsional hanya akan melahirkan fragmentasi, yang bertentangan dengan prinsip sunhodos.
Tantangan dan Bahaya dalam Proses Sinodal
Beberapa tantangan yang patut dicermati dalam pemilihan pimpinan gereja, antara lain:
- Politisasi Gereja. Pemilihan pimpinan bisa terjebak dalam dinamika politik praktis, sehingga orientasi rohani melemah. Gereja berisiko berubah menjadi arena perebutan kekuasaan.
- Eksklusivisme dan Fragmentasi. Bila kepemimpinan hanya mencerminkan aspirasi kelompok tertentu, maka lahir rasa keterasingan dari kelompok lain. Hal ini berlawanan dengan prinsip inklusivitas tubuh Kristus (1 Kor. 12:12-27).
- Krisis Spiritualitas Kepemimpinan. Jabatan dapat dipandang sebagai prestise, bukan panggilan pelayanan.
- Minimnya Dialog Reflektif. Sidang-sidang sering terjebak pada agenda prosedural, sehingga tidak memberi ruang cukup bagi refleksi rohani bersama.
Prinsip-Prinsip yang Perlu Ditegakkan
Agar proses pemilihan MPH Sinode sejalan dengan prinsip sunhodos, beberapa hal harus ditegakkan sebagai berikut:
- Keterbukaan dan Transparansi. Proses dilakukan dengan terang-benderang, tanpa intrik tersembunyi
- Keadilan dan Representasi. Semua klasis harus merasa memiliki bagian dalam proses ini.
- Spiritualitas Pelayanan. Figur-figur yang dipilih harus menunjukkan integritas, kesetiaan, dan komitmen pelayanan.
- Dialog dan Musyawarah. Keputusan harus lahir dari diskusi yang sehat, bukan manipulasi.
- Tanggung Jawab Eklesial. Pemilihan adalah perwujudan gereja yang kudus, am, dan apostolik.
Refleksi Teologis: Kepemimpinan sebagai Panggilan
Alkitab memberi banyak contoh kepemimpinan yang dilandasi kerendahan hati dan ketundukan pada kehendak Allah. Musa dipilih bukan karena kepandaiannya berbicara, melainkan karena kesediaannya menjadi hamba Allah bagi umat (Kel. 3:11-12). 20 Yesus mengajarkan bahwa “barangsiapa ingin menjadi yang terbesar, hendaklah ia menjadi pelayan” (Mrk. 10:43-45).
Dengan demikian, pemimpin gereja pada hakikatnya adalah pelayan yang meneladani Kristus Sang Gembala Agung. Kepemimpinan yang lahir dari hasil sinode tidak boleh berhenti pada simbol jabatan, melainkan harus menjadi saksi Kristus yang menghadirkan kasih, keadilan, dan kebenaran.
Penutup
Prinsip sunhodos menegaskan bahwa gereja adalah persekutuan yang berjalan bersama dalam terang firman. Karena itu, pemilihan MPH Sinode bukan hanya peristiwa administratif, tetapi peristiwa rohani yang menentukan arah gereja. Tantangan politisasi, fragmentasi, dan krisis spiritualitas kepemimpinan harus dihadapi dengan menegakkan keterbukaan, keadilan, representasi, dan spiritualitas pelayanan.
Akhirnya, gereja dipanggil untuk terus mengingatkan bahwa pemimpin bukanlah penguasa, melainkan pelayan. Kepemimpinan gereja hanya akan berbuah bila lahir dari kesediaan untuk berjalan bersama, mendengar bersama, dan mencari kehendak Allah bersama. Dengan demikian, proses sinodal benar-benar menjadi cerminan dari prinsip sunhodos – gereja yang berjalan bersama menuju kepenuhan Kristus.
Toma!
Daftar Pustaka
- Dulles, Avery. Model-Model Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
- Francis, Pope. Dokumen Sinode tentang Sinodalitas: Berjalan Bersama sebagai Umat Allah. Jakarta: Obor, 2022.
- Greenleaf, Robert K. Kepemimpinan yang Melayani. Yogyakarta: Kanisius, 2003.
- Guder, Darrell L. Misi sebagai Panggilan Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
- Küng, Hans. Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.
- Lumen Gentium. Konstitusi Dogmatis tentang Gereja. Jakarta: Obor, 1993.
- Newbigin, Lesslie. Injil dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
- Smit, Peter-Ben. Sinodalitas dalam Tradisi Kristen. Yogyakarta: Kanisius, 2019.
- Van Beek, H. Pengantar Eklesiologi. Yogyakarta: Kanisius, 1991.
- Van den End, A. Harta dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.
Komentar