Gelap Sejarah dan Residu yang Terlupakan

OPINI32 views

Opini-Kabarsulsel-Indonesia.com | Bangsa ini tenggelam dalam narasi yang dikeraskan oleh waktu, diwariskan dari generasi ke generasi seolah-olah itu adalah kebenaran mutlak—sebuah doktrin yang dibungkus rapi dalam bingkai “pelajaran sejarah”.

Tapi sejarah bukanlah monolit yang utuh; ia adalah lapisan-lapisan yang bisa digali, dipertanyakan, dan ditafsir ulang. Sayangnya, ruang untuk menggali itu sering ditutup rapat, digantikan oleh versi yang sudah dipoles, dibersihkan dari noda, dan dipadatkan menjadi dogma.

Apa yang terjadi ketika generasi sekarang hanya menerima sejarah sebagai sesuatu yang “given”? Mereka berjalan dalam kegelapan—bukan karena tidak ada cahaya, tapi karena cahaya itu diarahkan hanya ke satu sudut, meninggalkan bayangan tebal di tempat-tempat lain.

Mereka diajari “apa yang terjadi”, tapi jarang diajak bertanya: “mengapa ini terjadi? Apa yang tersembunyi di baliknya? Siapa yang berbicara, dan siapa yang dibungkam?”

Ini bukan tentang menolak sejarah yang ada, tapi tentang menolak kepasifan. Setiap zaman meninggalkan “residu” jejak-jejak yang tidak seluruhnya tercatat, suara-suara yang teredam, atau kebenaran-kebenaran kecil yang sengaja dikubur karena tidak sesuai dengan narasi besar.

Sejarah bukan hanya milik para pemenang; ia juga milik mereka yang kalah, yang terdorong ke pinggir, yang kisahnya terfragmentasi dalam arsip-arsip yang berdebu.

Generasi sekarang punya tanggung jawab untuk tidak hanya menerima, tapi juga menggali. Karena dalam residu sejarah itulah seringkali tersimpan pelajaran paling berharga—tentang kekeliruan, tentang keberanian, tentang manusia dalam segala kompleksitasnya.

Jika kita hanya mengulang apa yang diajarkan tanpa pernah mengkritisi, kita bukan hanya menghormati sejarah, tapi justru mengkhianatinya.

Maka, mari menyalakan pelita di kegelapan itu. Bukan untuk membakar masa lalu, tapi untuk menerangi apa yang sengaja atau tidak, tetap tersembunyi. Sebab kebenaran sejati tidak takut pada pertanyaan—ia justru menunggu untuk ditemukan.

Writter : Hani K/ Arif I. S

Komentar